1
PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA MASYARAKAT
|
|||
PEDOMAN
|
No. Dukumen :
|
||
No. Revisi :
|
|||
Tanggal Terbit :
|
|||
UPT Puskesmas
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gangguan jiwa dalam pandangan masyarakat masih identik dengan
“gila” (psikotik) sementara kelompok gangguan jiwa lain seperti ansietas,
depresi dan gangguan jiwa yang tampil dalam bentuk berbagai keluhan fisik
kurang dikenal. Kelompok gangguan jiwa
inilah yang banyak ditemukan di masyarakat.
Mereka ini datang ke pelaynan kesehatan umum dengan keluhan fisiknya,
sehingga petugas kesehatan sering kali terfokus pada keluhan fisik, melakukan
berbagai pemeriksaan dan memberikan berbagai jenis obat untuk
mengatasinya. Masalah kesehatan jiwa
yang melatarbelakangi keluhan fisik tersebut sering kali terabaikan, sehingga
pengobatan menjadi tidak efektif.
Masalah kesehatan jiwa tidak menyebabkan kematian secara
langsung, namun akan menyebabkan penderitaan berkepanjangan baik bagi individu,
keluarga, masyarakat dan negara karena penderitanya menjadi tidak produktif dan
bergantung pada orang lain. Masalah
kesehatan jiwa juga menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka
kekerasan, kriminalitas, bunuh diri, penganiayaan anak, perceraian, kenakalan
remaja, penyalahgunaan zat, HIV/AIDS, perjudian, pengangguran dan
lain-lain. Oleh karena itu masalah
kesehatan jiwa perlu ditangani secara serius.
Masalah kesehatan jiwa di masyarakat semakin kompleks dan
semakin meningkat, maka diperlukan pendekatan dan pemecahan masalah dengan
persiapan dan langkah-langkah yang tepat.
Masalah ini tidak dapat dan tidak mungkin diatasi oleh pihak/sektor
kesehatan saja, tetapi membutuhkan suatu kerja sama yang luas secara lintas
program dan lintas sektor, termasuk peran serta masyarakat dan kemitraan
swasta. Pendekatan yang bersifat
multidisipliner dengan pelaksanaan yang bersifat lintas sektor melalui
perkembangan upaya kesehatan jiwa di Indonesia, khususnya sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Pelaksanaan upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan
kesehatan jiwa di masyarakat, dilakukan dengan persiapan dan langkah-langkah
yang tepat, untuk itu perlu adanya suatu pedoman program pelayanan kesehatan
jiwa masyarakat.
B.
Tujuan Program
Pedoman ini
disusun dengan tujuan :
1.
sebagai acuan bagi petugas dalam pelaksanaan dan pengembangan
program/kegiatan kesehatan jiwa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas,
2.
agar program pelayanan kesehatan jiwa masyarakat dapat
dikelola dengan baik dari aspek manajemen di tingkat Puskesmas maupun aspek
pelayanan kepada masyarakatyang meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
c. Sasaran Program
sasaran dari
program ini adalah petugas mampu untuk menangani kegiatan – kegiatan program
kesehatan jiwa
C.
Ruang Lingkup
Pelayanan
Ruang
lingkup pelayanan adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) klinis bagi penderita
jiwa di Puskesmas, dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pelayanan Jiwa
Masyarakat melalui deteksi dini secara aktif, pengobatan/psikoterapi,
pemantauan pengobatan, rujukan /rujukan balik dan rehabilitasi sosial berbasis
pemberdayaan masyarakat serta kerja sama lintas program dan lintas sektor
terkait. Lingkup masalah jiwa yang
ditangani secara garis besar dibedakan menjadi :
1.
Masalah kejiwaan
yang terkait dengan makna dan nilai kehidupan manusia :
a.
Masalah kesehatan
jiwa yang berkaitan dengan life cycle kehidupan manusia mulai dari persiapan
pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
b.
Dampak dari
menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas.
c.
Pemukiman yang
sehat
d.
Pemindahan tempat
tinggal
2.
Masalah
Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial :
a.
Psikotik
gelandangan
b.
Pemasungan
penderita gangguan jiwa
c.
Masalah anak
jalanan
d.
Masalah kenakalan
remaja
e.
Penyalahgunaan
NAPZA
f.
Tindak kekerasan
sosial
g.
Stress pasca
trauma
h.
Pengungsi/migrasi
i.
Masalah usia
lanjut
j.
Masalah kesehatan
kerja : kesehatan jiwa di tempat kerja, penurunan produktivitas, stress di
tempat kerja, dan lain-lain.
3.
Masalah gangguan
jiwa :
a.
Gangguan mental
dan perilaku akibat penggunaan NAPZA
b.
Skizofrenia
c.
Gangguan afektif
(depresi, mania)
d.
Ansietas/kecemasan,
gangguan somatoform (psikosomatik)
e.
Gangguan mental
organik (demensia/alzheimer, delirium, epilepsi, pasca stroke, dll)
f.
Gangguan jiwa
anak dan remaja (gangguan perkembangan belajar, autisme, gangguan tingkah laku,
hiperaktifitas, gangguan cemas dan depresi)
g.
Retardasi mental
D.
Batasan
Operasional
Batasan operasional yang digunakan dalam Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa
Masyarakat sebagai berikut :
1.
Kesehatan Jiwa
adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya.
2.
Gangguan Jiwa (Mental Disorder) adalah suatu perubahan
pada fungsi jiwa seseorang yang menunjukkan sindrom dan atau perubahan perilaku
yang berlebihan terjadi tanpa alasan masuk akal secara klinik bermakna dan
dapat menimbulkan penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi
yang penting dari manusia.
3.
Orang Dengan
Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas
hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
4.
Orang Dengan
Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.
5.
Upaya Kesehatan
Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang
optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/ atau masyarakat.
6.
Anamnesis adalah
upaya mengumpulkan data mengenai penderita dan penderitaannya, mengenai
keluhan-keluhannya, riwayat perjalanan penyakit, latar belakang keluarga,
kejadian sekarang dan terdahulu, yang didapat melalui pengamatan dan
wawancara. Data yang terkumpul dijadikan
bahan untuk mendapatkan suatu diagnosis penyakit/masalah.
7.
Sikap mental
merupakan kondisi kejiwaan, perasaan dan keinginan seseorang, yang mempengaruhi
perilaku diwujudkan dalam perbuatan seseorang, dan tumbuh sebagai hasil dari
proses tumbuh kembang individu sejak masa bayi/anak dan berkembang melalui
pendidikan dan pengalaman hidup.
8.
Kesehatan Jiwa
Masyarakat adalah suatu orientasi kesehatan jiwa yang mencakup semua kegiatan
kesehatan jiwa, yang dilaksanakan di masyarakat dengan menitikberatkan pada
upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
9.
Lintas Sektor
Terkait adalah komponen sektor baik kelompok masyarakat, lembaga pemerintah
atau non pemerintah, organisasi (Ormas/LSM) yang mempunyai perhatian /
ketertarikan terhadap kesehatan khususnya kesehatan jiwa masyarakat.
10.
Psikososial
adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik
maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
11.
Masalah
Psikososial adalah masalah sosial yang mempunyai dampak dan berpengaruh
terhadap kondisi mental seseorang yang bermanifestasi dalam gangguan kesehatan,
termasuk gangguan kesehatan jiwa.
12.
Psikotik
Gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan
umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan.
13.
Pemasungan
penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya, dimasukkan
ke dalam balok kayu, dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang.
14.
Anak Jalanan
adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan
kawasan urban.
15.
Penganiayaan Anak
adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan
kekerasan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi
tanggung jawab/pengasuhannya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat
atau kematian.
16.
Tawuran adalah
kegiatan “sampingan pelajar” yang beraninya hanya kalau bergerombol/kelompok
dan sama sekali tidak ada gunanya, bahkan dapat dibilang merupakan tindakan
pengecut.
17.
Kenakalan Remaja
adalah tingkah laku yang melampaui batas toleransi orang lain dan
lingkungannya, yang dapat melanggar hak asasi manusia sampai melanggar hukum.
18.
Penyalahgunaan
NAPZA adalah pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang
digunakan tanpa mengikuti aturan atau pengawasan dokter, digunakan secara
berkali-kali, kadang-kadang atau terus menerus, seringkali menyebabkan
ketagihan atau ketergantungan baik secara fisik/jasmani, maupun mental
emosional sehingga menimbulkan gangguan fisik, mental-emosional dan fungsi
sosial.
19.
Kekerasan sosial
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap orang lain
dalam lingkup masyarakat dengan menggunakan anggota tubuhnya atau alat bantu
lainnya/benda yang berakibat penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis
bahkan kematian.
20.
Kekerasan pada
perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan kelamin yang berakibat
atau mungkin berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik,
seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum
atau dlam kehidupan pribadi.
21.
Stress Pasca
Trauma adalah reaksi normal dari individu terhadap kejadian yang luar biasa.
22.
Pengungsi/migrasi
adalah orang atau sekelompok orang warga negara Indonesia yang meninggalkan
tempat tinggal akibat tekanan berupa kekerasan fisik dan atau mental akibat
ulah manusia dan bencana alam guna mencari perlindungan maupun kehidupan yang
baru.
23.
Usia Lanjut
adalah makhluk sosial yang akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga dan masyarakat, dimana setiap perubahan psikososial baik yang datang
dari dalam dirinya, keluarga maupun lingkungan masyarakat akan membawa dampak
bagi derajat kesehatan jiwa usia lanjut yang bersangkutan.
E.
Landasan Hukum
1.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
3.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
4.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 220/Menkes/SK/III/2002 tanggal 25 Maret 2002
tentang Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa
Masyarakat (TP-KJM)
5.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
6.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 406/Menkes/SK/VI/2009 tentang Pedoman
Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas
7.
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan
8.
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat
9.
Surat Edaran
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 868/Menkes/E/VII/2002 tentang
Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TP-KJM)
10.
KeputusanGubernurJawa Tengah Nomor 440.05/125/2008 tentang Pembentukan Tim
PengarahKesehatanJiwaMasyarakat (TP-KJM) ProvinsiJawa Tengah.
11.
PeraturanGubernurJawa TengahNomor 1 Tahun 2012 tentang
PenanggulanganPasung di ProvinsiJawa Tengah.
12.
KeputusanBupatiPurworejoNomor
188.4/381/2013 tanggal 26 Juni 2013 tentangPembentukan Tim
PelaksanaKesehatanJiwaMasyarakatKabupatenPurworejo.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A.
Kualifikasi
Sumber Daya Manusia
Semua karyawan Puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan
Program Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat dengan berpartisipasi promosi
kesehatan atau pemberdayaan masyarakat serta deteksi dini suspek gangguan jiwa
serta rujukannya ke Puskesmas. Pelaksana
UKM Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat sebagai koordinator pelaksanaan program
dan bertanggung jawab terhadap Penanggung Jawab (PJ) UKM Pengembangan. Pelaksana pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
harus memiliki kualifikasi :
1.
Dokter umum untuk semua jenis kegiatan
2.
Perawat umum yang telah mengikuti orientasi dan bimbingan
teknis tentang kesehatan jiwa untuk semua kegiatan UKM Pelayanan Kesehatan Jiwa
Masyarakat, asuhan perawatan pasien jiwa pada pelayanan UKP, dan sebagian
pelayanan klinis jiwa atas pendelegasian wewenang dari dokter umum.
3.
Bidan atau perawat umum lainnya untuk seluruh kegiatan
pelayanan kesehatan jiwa masyarakat mulai promosi kesehatan, deteksi dini,
rujukan kasus, pemantauan pengobatan, pemberdayaan masyarakat.
B.
Distribusi
Ketenagaan
Jumlah tenaga yang memenuhi kualifikasi SDM sebagai pelaksana Program
Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Banyuasin sebagai berikut :
1.
Dokter umum
: 1 orang
2.
Perawat umum
yang telah mengikuti orientasi program jiwa : 1 orang
3.
Bidan/perawat
umum lainnya : orang
4.
Tenaga
kesehatan lainnya : --- orang
5.
Tenaga Non
Kesehatan : --- orang
Dokter umum dan perawat umum merupakan pelaksana
pelayanan kesehatan jiwa di UKP melalui Ruang Pemeriksaan Umum didukung dengan
unit pelayanan pendukung misal kefarmasian, konseling, dan laboratorium.
Perawat umum pelaksana Program Kesehatan Jiwa Masyarakat
menjadi koordinator pelaksanaan UKM Pelayanan Jiwa Masyarakat dengan koordinasi
dan integrasi dengan UKM lainnya dan bertanggung jawab kepada Penanggung Jawab
(PJ) UKM Pengembangan.
C.
Jadwal Kegiatan
Jadual pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan jiwa
masyarakat di Puskesmas disepakati bersama dengan sasaran dan sektor terkait
melalui pertemuan mini lokakarya lintas sektor tiap tiga bulan sekali. Penyusunan kesepakatan dilakukan dengan
penyampaian rencana kegiatan UKM Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat oleh
Puskesmas, kemudian didiskusikan dan disepakati bersama dengan lintas
sektor. Jadwal yang telah disepakati
disosialisasikan ke sasaran/masyarakat melalui media komunikasi yang ditetapkan
(brosur, pertemuan dengan masyarakat, pengumuman di Puskesmas). Jadwal pelaksanaannya tersebut diupayakan
semaksimal mungkin dapat terintegrasi dengan kegiatan UKM lainnya sesuai
sasaran dan jenis kegiatan, misal penyuluhan/sosialisasi dan deteksi dini
gangguan jiwa pada anak sekolah diintegrasikan dengan kegiatan UKS/penjaringan
kesehatan anak sekolah, penyuluhan/sosialisasi dan deteksi dini gangguan jiwa
pada usia lanjut diintegrasikan dengan kegiatan Posyandu Lanis atau Prolanis,
dan sebagainya.
Sedangkan pelayanan klinis kesehatan jiwa melalui Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) di Puskesmas dilaksanakan setiap hari melalui Ruang
Pemeriksaan Umum oleh dokter dan atau perawat.
BAB III
STANDAR
FASILITAS
A.
DenahRuang
--denah
ruang pemeriksaan umum diantara ruang – ruang di Puskesmas
B.
Standar Fasilitas
Peralatan atau standar fasilitas yang diperlukan antara lain :
1.
Pedoman Pelayanan
Kesehatan Jiwa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar
2.
Pedoman Umum
Kesehatan Jiwa Masyarakat bagi Lintas Sektor Terkait
3.
Pedoman Pelayanan
Kesehatan Jiwa di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
4.
Pedoman Umum
TPKJM
5.
Peralatan
diagnostik pemeriksaan umum, yang meliputi minimal :
a.
Stetoskop
b.
Tensimeter
c.
Termometer
d.
Algoritma/Instrument
penilaian gangguan jiwa/mental emosional
6.
Prosedur
pelayanan/kegiatan
7.
Rekam Medis
Pasien
8.
Kit untuk penyuluhan
: leaflet, peraga, dll
9.
Kendaraan
Operasional
10.
Pakaian Fiksasi
Pasien
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN/KEGIATAN
A.
Pelayanan klinis
penderita jiwa di Upaya Kesehatan Perorangan
1.
Tata Laksana Umum
Pasien Jiwa
a.
Petugas menerima
rekam medis pasien dan memastikan identitas pasien dengan identitas yang
tertulis di rekam medis
b.
Petugas melakukan
anamnesis
c.
Petugas
menanyakan keluhan utama pasien kepada pasien/pengantar dan mencatatnya pada
rekam medis
d.
Petugas
mengelompokkan keluhan ke dalam keluhan fisik murni (Fm), keluhan fisik
disertai keluhan mental emosional atau fisik ganda (Fg), keluhan psiko-somatik
(PS), atau keluhan mental-emosional (ME) dan diberi kode
e.
Bila keluhan
utama termasuk PS, ME atau Fg lanjutkan dengan pertanyaan (aktif)
f.
Beri paraf dibawahnya
dan lanjutkan dengan pemeriksaan rutin lainnya (tekanan darah, dll)
g.
Dokter menetapkan
diagnosis baik fisik maupun mental serta mencantumkan kode diagnosis
h.
Dokter menulis
resep obat di rekam medis dan kertas resep yang diberikan kepada pasien/pengantar.
i.
Dokter memberikan
edukasi kepada pasien dan pengantar tentang penyakit dan tata laksana di rumah
serta pesan untuk datang kembali.
2.
Tata Laksana
Khusus (berdasarkan diagnosisnya)
B.
Pendidikan/Penyuluhan
ke Masyarakat atau Sektor terkait
1.
Pendidikan/Penyuluhan
di Kelompok Masyarakat Berbasis UKBM
2.
Pendidikan/Penyuhan
di Institusi Pendidikan dan lainnya
C.
Deteksi Gangguan
Jiwa di Kelompok Masyarakat dan Sekolah
1.
Skrining Gangguan
Jiwa/Mental Emosional pada Kelompok Masyarakat Potensial
2.
Skrining Gangguan
Jiwa/Mental Emosional pada Anak Sekolah
3.
Skrining Gangguan
Jiwa/Mental Emosional di Kelompok Pekerja di Tempat Kerja
D.
Rujukan Kasus
Gangguan Jiwa dari Masyarakat ke Puskesmas
E.
Perawatan
Kesehatan Masyarakat (kunjungan rumah) ke Pasien Gangguan Jiwa
1.
Kunjungan Rumah Pasien
Gangguan Jiwa Baru
2.
Kunjungan Rumah
Pasien Gangguan Jiwa Pasca Rawat Inap
3.
Kunjungan Rumah
Pasien Gangguan Jiwa Mangkir Pengobatan
F.
Penanganan/evakuasi
Kegawatdaruratan Jiwa
1.
Evakuasi Pasien
Jiwa Gaduh Gelisah
2.
Rujukan Pasien
Jiwa Gaduh Gelisah/Pasung
G.
Pemberdayaan
Keluarga/Masyarakat dalam Program Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat
1.
Pembentukan Tim
Kesehatan Jiwa Komunitas Tingkat Kecamatan
2.
Pembentukan Kader
Kesehatan Jiwa melalui Konsep Desa Siaga
3.
Pendampingan
pengobatan dan kemandirian pasien jiwa oleh Kader
4.
Family Gathering
Pasien Gangguan Jiwa Tingkat Kecamatan
H.
Rehabilitasi
Sosial Pasien Gangguan Jiwa Berbasis Masyarakat
1.
Edukasi terhadap
keluarga dan tetangga Pasien tentang Komunikasi dan Pemberdayaan Pasien
Gangguan Jiwa
BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan Pelayanan Kesehatan
Jiwa Masyarakat direncanakan oleh Pelaksana dan diusulkan ke Tim Perencanaan
Tingkat Puskesmas melalui Penanggung Jawab UKM Pengembangan dengan tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan.
Logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Jiwa
Masyarakat antara lain obat-obatan dan bahan atau materi penyuluhan.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan Pelayanan Kesehatan
Jiwa Masyarakat perlu diperhatikan keselamatan pasien/sasaran dengan melakukan
identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap pasien/sasaran harus
dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Identifikasi dan upaya pencegahan risiko terhadap pasien/sasaran dalam
Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat sebagai berikut :
No
|
Pelayanan/Kegiatan
|
Jenis Potensial
Risiko
|
Upaya
Pencegahan Risiko
|
1
|
Pelayanan UKP Pasien Gangguan Jiwa
|
Kesalahan anamnesis hingga diagnosis dan terapi karena
kendala komunikasi
|
·
CR klinis petugas 100%
·
Pasien didampingi keluarga
·
Ketersediaan obat
|
2
|
|||
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan Pelayanan Kesehatan
Jiwa Masyarakat perlu diperhatikan keselamatan kerja petugas dengan melakukan
identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap petugas harus dilakukan
untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Identifikasi dan upaya pencegahan risiko terhadap petugas dalam Pelayanan
Kesehatan Jiwa Masyarakat sebagai berikut :
No
|
Pelayanan/Kegiatan
|
Jenis Potensial
Risiko
|
Upaya Pencegahan
Risiko
|
1
|
Pelayanan UKP Pasien Gangguan Jiwa
|
Keselamatan jiwa akibat pasien yang tidak terkendali
atau tersinggung karena kesalahan komunikasi
|
·
Pasien didampingi keluarga
·
Petugas menguasai dan
menerapkan teknik komunikasi dengan pasien gangguan jiwa
·
Ruang pelayanan disetting
sedemikian rupa sehingga mengantisipasi jika terjadi penyerangan pasien yang
dapat membahayakan petugas, misal 2 pintu tidak dikunci, berada diluar daya
jangkau tangan pasien, dll
|
2
|
|||
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Kinerja
pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat dimonitor dan dievaluasi dengan
menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian
petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan
metoda yang digunakan
4. Angka kepatuhan
petugas terhadap SOP minimal 80% untuk kegiatan UKM dan 100% untuk pelayanan
UKP.
5. ----dst
Monitoring
dilakukan oleh Penanggung Jawab UKM Pengembangan dan Kepala Puskesmas setiap
bulan melalui pertemuan lokakarya mini.
Sedangkan pembahasan permasalahan indikator yang belum tercapai dan
memerlukan peran lintas sektor terkait akan dibahas dalam pertemuan lokakarya
mini lintas sektor tiap tribulan.
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini
sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait dalam
pelaksanaan dan pembinaan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakatdengan tetap
memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat.
Keberhasilan
kegiatan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakattergantung pada komitmen yang kuat
dari semua pihak terkait.