Kerangka Acuan
Acute Flacid Paralysis ( AFP )
A.
Pendahuluan
Dalam
Sidang Majelis Kesehatan Sedunia atau World Health Assembly tahun 1998,
Negara-negara anggota WHO, termasuk Indonesia, telah menyepakati pencapaian
Eradikasi Polio atau Pembasmian Polio. Sertifikasi bebas polio ditentukan oleh
kinerja Surveilans AFP dan surveilans virus Polio liar. Pada tahun 2002, kineja
surveilans AFP telah mencapai standar sertifikasi bebas polio dengan AFP rate
lebih besar dari 1,2 per 100.000 anak usia dibawah 15 tahun dengan kinerja
specimen adekuat 82,3%.
Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, pemerintah
melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian
imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi massal pada anak Balita melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional), dan surveilans AFP (Acute Flaccid
Paralysis).
B.
Latar belakang
Surveilans AFP bertujuan untuk memantau adanya penyebaran virus polio liar
di suatu wilayah, sehingga upaya-upaya pemberantasannya menjadi terfokus dan
efisien. Sasaran utama surveilans AFP adalah kelompok yang rentan terhadap
penyakit poliomyelitis, yaitu anak berusia kurang dari 15 tahun.
Dalam surveilans AFP, pengamatan difokuskan pada
kasus poliomyelitis yang mudah diidentifikasikan, yaitu penyakit poliomyelitis
paralitik. Ditemukannya kasus
poliomyelitis paralitik di suatu wilayah menunjukkan adanya penyebaran virus
polio liar di wilayah tersebut.
Untuk meningkatkan sensitifitas surveilans AFP,
maka pengamatan dilakukan pada semua kelumpuhan yang terjadi secara akut dan
sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Penyakit-penyakit ini (yang mempunyai sifat
kelumpuhan seperti poliomyelitis) desebut kasus Acute Flaccid Paralysis
(AFP) dan pengamatannya disebut sebagai Surveilans AFP (SAFP).
Puskesmas
berperan sebagai koordinator
surveilans AFP di masyarakat yang bertanggung jawab untuk menemukan sedini
mungkin dan melakukan tata laksana semua
kasus AFP yang berada di wilayah kerjanya, dengan tugas utama :
1.
Mengkoordinasikan kerjasama dengan unit yang potensi menemukan kasus
AFP, seperti posyandu, kader PKK, klinik swasta, pesantren, sekolah dan sektor
terkait lainnya.
2.
Menyebarluaskan kepada masyarakat informasi mengenai
a.
Pengertian kasus AFP secara sederhana
b.
Surveilance AFP dan manfaat melaporkan kasus AFP segera/dini
c.
Peran serta masyarakat dalam surveilans AFP
3.
Melacak setiap kelumpuhan yang dilaporkan oleh masyarakat untuk
memastikan bahwa kelumpuhan tersebut adalah AFP. Pelacakan ini harus dilakukan
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam setelah laporan diterima, dan apabila
memungkinkan harus disertai oleh dokter yang ada di puskesmas.
4.
Melaporkan setiap kasus AFP ke Dinas Kesehatan Kota selambat-lambatnya
dalam waktu 24 jam setelah ditemukan.
Kasus AFP yang dilaporkan ini bisa berasal dari masyarakat atau
penderita AFP yang berobat/dirawat di puskesmas.
5.
Membantu tim pelacak melakukan pelacakan dilapangan
6.
Setiap minggu melaporkan laporan “nol” memakai formulir W-2 ke Dinas
Kesehatan Kota.
C.
Tujuan umum dan tujuan khusus
Tujuan Umum :
1.
Mengidentifikasikan daerah resiko tinggi.
2.
Memantau kemajuan program eradikasi polio.
3.
Membuktikan Indonesia bebas polio.
Tujuan Khusus :
1.
Menemukan semua kasus AFP yang ada di wilayah kerja puskesmas.
2.
Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di wilayah kerja puskesmas.
3.
Mengumpulkan dua specimen semua kasus AFP selambat-lambatnya 14hari
setelah kelumpuhan dan dengan tenggang waktu pengumpulan specimen I dan II ≥
24jam
4.
Mengidentifikasikan kemungkinan adanya virus polio liar melalui
pemeriksaan specimen tinja semua kasus AFP yang ditemukan dalam wilayah kerja puskesmas.
D. Cara melaksanakan kegiatan
Kegiatan surveilans AFP di Puskesmas meliputi :
a.
Pengumpulan dan validasi data.
b.
Penyelidikan Epidemiologi dan pengambilan specimen.
c.
Pengolahan data dan Pembuatan laporan.
d.
Pengiriman laporan.
e.
Pertemuan analisis data surveilans.
f.
Peningkatan jejaring kerja dengan melibatkan lintas program,lintas
sektor dan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait
g.
Peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya penemuan kasus AFP di
masyarakat.
Cara pelaksanaa surveilans AFP :
1.
Pengumpulan data dan Validasi data
Kelengkapan data yang akurat dan lengkap, sumber
informasi dapat diperoleh dari petugas BP, data simpus, laporan dari
kader/Toma/Masyarakat, Kemudian pengelola program P2PM menulis data lengkap
penderita ke dalam buku penemuan kasus di wilayah.
2.
Penyelidikan Epidemiologi
Tujuan dari penyelidikan Epidemiologi yaitu
- Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar-benar kasus AFP
- Mengumpulkan specimen tinja sedini mungkin dari penderita AFP
- Mencari kasus tambahan
- Memastikan keadaan paralisis residual pada kunjungan ulang 60hr.
Petugas membawa surat tugas dari Kepala Puskesmas dalam melaksanakan
kegiatan ini.
3.
Pengolahan data dan Pembuatan laporan
Petugas mencatat data lengkap ke dalam form laporan W2, walau tidak ada
kasus petugas harus tetap melaporkan dalam laporan mingguan. Satu kasus AFP
ditemukan di wilayah sudah masuk dalam kategori KLB sehingga selain di dicatat
dalam form laporan W2, data lengkap juga dicatat dalam form laporan W1.
4.
Pengiriman laporan
Laporan W2 dikirim ke Dinas Kesehatan setiap
minggunya, laporan W1 dikirim ke Dinas Kesehatan setiap ditemukan kasus dalam
waktu max 24 jam dari ditemukannya kasus di wilayah.
. 5. Pertemuan analisis data Surveilans
Dinas Kesehatan bersama dengan Puskesmas melakukan
analisa hasil laporan.
E.
Sasaran
Semua anak usia kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang sifatnya
flaccid (layuh), terjadi secara akut (mendadak), bukan disebabkan oleh ruda
paksa.
F.
Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
No
|
Kegiatan
|
Waktu
|
Penanggung jawab
|
Ket
|
1
|
Pengumpulan data dan
validasi data
|
Setiap kali ada penemuan
kasus
|
Pengelola Prog.P2PM
Puskesmas
|
|
2
|
Penyelidikan Epidemiologi
|
Setiap kali ada penemuan
kasus
|
Pengelola Prog.P2PM
Puskesmas
|
|
3
|
Pengolahan data dan
Pembuatan laporan
|
Mingguan
|
Pengelola Prog.P2PM
Puskesmas
|
|
4
|
Pengiriman laporan
|
Setiap hari senin
|
Pengelola Prog.P2PM Puskesmas
|
|
5
|
Pertemuan analisis data
surveilans
|
Jan - Des
|
Sie. P2PM DKK
|
G.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan
dan pelaporan
Evaluasi terhadap surveilans AFP dilakukan
untuk melihat keberhasilan surveilans AFP dalam mencapai tujuannya. Indikator yang digunakan untuk memantau
keberhasilan surveilans AFP adalah indikator kinerja surveilans dan sejauh mana
surveilans AFP dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi pertama
dilakukan minimal setelah surveilans berjalan 6 bulan dan dilanjutkan secara
berkala sesuai dengan situasi dan kemajuan dari surveilans AFP.
H.
Pencatatan, Pelaporan dan
evaluasi kegiatan
Dalam surveilans AFP berlaku pelaporan
nihil (zero reporting), yaitu
laporan harus dikirimkan pada saat yang telah ditetapkan walaupun tidak
dijumpai kasus AFP selama periode waktu tersebut dengan menuliskan jumlah
kasus “0” (nol), “tidak ada kasus”, atau “kasus nihil”.
Laporan nol “Zero Report”, yaitu Laporan atau
pernyataan tertulis dari puskesmas bahwa di wilayah kerjanya telah dilakukan
pemantauan kasus AFP secara ketat setiap minggu. Ada tidak ada kasus AFP di wilayah kerjanya
pada minggu melalui system pelaporan W-2.
Pelaporan segera,
pelaporan KLB. Puskesmas melaporkan
adanya kasus AFP ke Dinas Kesehatan Kota dalam waktu 24 jam setelah kasus
tersebut dikonfirmasikan secara klinis.
Laporan dapat disampaikan melalui formulir W1 atau telepon.