Jumat, 18 Mei 2018

KAK (PD3I) Penyakit Yang Dapat Di Cegah Dengan Imunisasi

Kerangka Acuan Penyakit Yang Dapat Di Cegah Dengan Imunisasi ( PD3I )



1.   Pendahuluan

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai  dengan cita-cita bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan pancasila dan UUD 1945.Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi tersedianya sumber daya manusia yang sehat,terampil dan ahli,serta disusun dalam satu program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang valid.


Pembangunan bidang kesehatan di indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden).Penyakit menular masih merupakan masalah,sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah.Penyakit menular tidak mengenal wilayah administrasi,sehingga menyulikan pemberantasannya.Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu,maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan hasil yang efektif
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2020” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat.Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat”yaitu paradigma pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,Paradigma sehat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit.salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Program imunisasi merupakan salah satu teknologi yangsangat efektif dalam mencegah terjadinya PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi) yang secara langsung berhubungan dengan menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Kualitas pelayanan imunisasi yang kurang optimal tentunya akan membuat sia-sia sumberdaya yang telah dikeluarkan seperti biaya operasional,vaksin,logistik,tenaga dan waktu.Bahkan yang paling memprihatinkan untuk kita semua adalah kegagalan imunisasi akan mengancam terjadinya kesakitan,kecacatan,atau kematian pada anak yang di akibatkan PD31.Karenanya untuk mendukung kualitas pelayanan imunisasi diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya yang handal.
Penyelenggaran program imunisasi di Lingkungan FKTP ................ harus dimaksimalkan karena cakupan imunisasi yang tinggi dapat memberikan gambaran status kekebalan bayi terhadap penyakit yang merupakan salah satu gambaran status kelangsungan hidup disamping cakupan dan angka-angka kematian ibu, bayi dan status gizi yaitu dapat memberikan gambaran keberhasilan pembangunan kesehatan kedepan terhadap kelangsungan hidup anak atau generasi yang akan datang di suatu wilayah. Jadi apabila cakupan imunisasi rendah misalnya hanya mencapai 60% dengan tingkat kekebalan yang didapat hanya 85 % ini artinya hanya sekitar 50 % anak balita dalam suatu wilayah yang mempunyai kekebalan comunitas/populasi, 50 % anak balita yang tidak kebal akan beresiko untuk menderita penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, disamping itu juga penyakit-penyakit lainnya misalnya diare, ISPA akan dengan mudah menjangkiti anak-anak balita.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat kekebalan masyarakat (population immunity) yang tinggi sehingga dapat memutus mata rantai penularan PD3I.Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi upaya imunisasi dapat semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberika sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan anak,ibu serta masyarakat lainnya.




2.   Latar Belakang
Latar Belakang Konsep paradigma sehat di dalam pembangunan kesehatan adalah pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangat efektif menurunkan angka kesakitan dan kematian serta kecacatan pada bayi dan balita. Saat ini, kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). PD3I adalah penyakit-penyakit menular yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah dan kematian terutama balita seperti Hepatitis B, TB (Tuberkulosis), DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), Polio, dan Campak. Menurut data terakhir WHO, kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), misalnya tetanus 198.000 (14%), dan campak 540.000 (38%). Penyakit tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, dan campak mengakibatkan kematian sekitar 4 juta anak terutama di Negara berkembang. Tanpa imunisasi sekitar 3 dari 100 anak akan meninggal dunia karena penyakit campak, dan 2 dari 100 anak akan meninggal dunia karena batuk reja serta 1 dari 100 anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari setiap 200.000 anak, 1 anak akan menderita penyakit polio. Berdasarkan laporan WHO, 87 negara dari 193 anggotanya memiliki angka kejadian hepatitis B kronis yang tinggi (8 %). Pada 2006, 50 % dari 135 juta bayi baru lahir di dunia berisiko terinfeksi hepatitis B sehingga berpotensi menjadi hepatitis kronis B yang dapat berakibat kanker hati. Di Amerika Serikat, penyebaran virus polio liar berhenti sekitar 1979, sementara di Eropa virus tersebut sudah hilang sejak 1991. Pada tahun 2000 di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus Difteri dan 3.000 orang (10 %) diantaranya meninggal karena Difteri. Sedangkan untuk kasus pertusis diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kasus berdampak pada kematian di dunia. Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000 - 40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak. Virus hepatitis B ditemukan pada 2,1 - 0,7 % ibu hamil. Penularan hepatitis B pada bayi baru lahir saat persalinan dari ibu pengidap penyakit hepatitis B berisiko tinggi (sampai dengan 90 %) selanjutnya bayi akan menjadi hepatitis B kronis dan dapat menderita kanker hati kelak. Vaksinasi polio dilakukan sejak 1980, sehingga sepanjang kurun waktu 1995 sampai 2005 tidak ditemukan kasus poliomyelitis. Namun, sejak Maret 2005, ditemukan penderita di Desa Girijaya, kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengakibatkan 307 anak cacat seumur hidup. Dengan adanya vaksinasi polio rutin dan vaksin tambahan di seluruh Indonesia melalui Pekan Imunisasi Nasional, penyebaran virus dapat dihentikan sehingga sejak 2006 sampai sekarang tidak ditemukan lagi kasus polio baru. Angka kejadian TB masih tinggi, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina. Diperkirakan penderita tuberculosis tahun 2006 sekitar 234 orang per 100.000 penduduk. Sedangkan menurut WHO, 175.000 orang di Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena tuberculosis dan terdapat 450.000 kasus baru setiap tahun. Menurut laporan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia, kematian penderita Difteri berkisar 32,5 % - 37,14 %. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan, yaitu minimal 80% bayi di desa/ kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Persentase pencapaian UCI di tingkat desa/kelurahan di Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2008 cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 (69,43 %), 2005 (76,23 %), 2006 (73,26 %), 2007 (71,18 %), dan 2008 (74,02 %) (Depkes, 2008). Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/kelurahan mencapai 100% UCI atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Guna mecapai target 100% UCI desa/kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya percepatan melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai UCI (GAIN UCI) seperti yang telah ditetapkan dalam Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselarasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014). GAIN UCI merupakan upaya terpadu berbagai sektor terkait dari tingkat Pusat sampai Daerah untuk mengatasi hambatan serta memberikan dukungan untuk keberhasilan pencapaian UCI desa/kelurahan. Berdasarkan angka kematian balita akibat PD3I yang ada, maka masih sangat diperlukan upaya-upaya dari instasi kesehatan untuk meningkatkan program imunisasi demi terwujudnya eradikasi penyakit terkait PD3I, mengingat masih banyak desa yang merupakan kantong rentan terhadap penyakit khususnya kawasan terisolir. Keberhasilan pelaksanaan program imunisasi sangat membutuhkan dukungan dan partisipasi dari semua elemen masyarakat dan tak lepas dari peran petugas pelayanan kesehataan setempat.

3.   Tujuan
a)  Umum
Menurunkan angka kesakitan,kecacatan dan kematian pada bayi dan balita akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
b)  Khusus
1)   Memberikan kekebalan terhadap penyakit menular tertentu sehingga biaya pengobatan tidak diperlukan
2)   Bayi atau balita tahan terhadap penyakit berbahaya ,maka akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat.
3)   Bayi dan ibu yang akan melahirkan dapat terlindung dari penyakit menular yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi keduanya.

4.   Kegiatan
a)  Pokok
1)   Imunisasi dasar pada bayi yaitu:
a.    Imunisasi BCG
b.   Imunisasi DPT HB / DPT HB Hib
c.    Imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir
d.   Imunisasi Polio
e.    Imunisasi Campak
2)   Imunisasi lanjutan pada batita,anak usia sekolah dan WUS yaitu:
a.    Imunisasi DPT HB / DPT HB Hib
b.   Imunisasi Campak
c.    Imunisasi DT (Diphteri Tetanus)/Td (Tetanus Diphteri)
d.   Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
3)   Imunisasi Tambahan
Diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling beresiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu
4)   Imunisasi  Khusus
a.    Imunisasi persiapan keberangkatan jemaah haji/umroh
b.   Imunisasi meningitis,
c.    Imunisasi  meningokokus
d.   Imunisasi Demam Kuning
e.    Imunisasi Anti Rabies (VAR)
b)  Rincian kegiatan
1)   Jadwal imunisasi
2)   Menyiapkan pelayanan imunisasi
3)   Pelaksanaan pelayanan imunisasi
4)   Kegiatan akhir pelayanan imunisasi
5)   Pemantauan Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI)




5.   Cara melaksanakan kegiatan
a)    Jadwal imunisasi

Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi
UMUR
VAKSIN
0 bulan
HB 0
0 – 1 bulan
BCG, Polio 1
2 bulan
DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan
DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan
DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan
Campak

Jadwal Pemberian Imunisasi pada WUS
IMUNISASI
PEMBERIAN IMUNISASI
SELANG WAKTU PEMBERIAN MINIMAL
MASA PERLINDUNGAN
DOSIS
TT WUS
T1
-
-
0,5 cc
T2
4 minggu setelah T1
3 tahun
0,5 cc
T3
6 bulan setelah T2
5 tahun
0,5 cc
T4
1 tahun setelah T3
10 tahun
0,5 cc
T5
1 tahun setelah T4
Ø  25 tahun
0,5 cc

Jadwal Anak Pemberiam Imunisasi SD & yang sederajat
IMUNISASI ANAK SEKOLAH
PEMBERIAN IMUNISASI
DOSIS
Kelas 1
DT
Campak
0,5 cc
Kelas 2
Td
0,5 cc
Kelas 3
Td
0,5 cc


b)  Menyiapkan pelayanan imunisasi
1)   Logistik
Logistik yang dimaksud antara lain meliputi vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, emergency kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi. Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pelayanan imunisasi tergantung pada perkiraan jumlah sasaran yang akan diimunisasi. Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan imuniasi secara lengkap antara lain:
1.   Termos/Vaksin carrier
2.    Cool Pack / Kotak dingin cair
3.    Vaksin, Pelarut dan penetes (dropper)
4.   Alat suntik
5.   Safety box (kotak pengaman)
6.   Pemotong/kikir ampul pelarut
7.    Formulir
8.    Kapas dan wadah
9.   Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dan lainnya)
10.       Alat tulis (kertas, pensil dan pena)
11.       Kartu-kartu Imunisasi (KMS, kartu TT)
12.       Buku register bayi dan WUS
13.       Tempat sampah
14.       Sabun untuk cuci tangan
15.       Anafilatik shock kit
2)   Mengeluarkan Vaksin dan pelarut dari Lemari es
1.   Sebelum membuka lemari es, tentukan seberapa banyak vial vaksin yang dibutuhkan untuk pelayanan.
2.   Catat suhu di dalam lemari es.
3.   Pilih dan keluarkan vaksin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk VVM dan tanggal kedaluarsa (EEFO, FIFO).

3)   Memeriksa apakah vaksin aman diberikan
Sebelum melakukan imunisasi, kita harus yakin bahwa vaksin telah aman  untuk diberikan, dengan prosedur sebagai berikut:
1.   Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunkan vaksin atau pelarut tersebut.
2.   Periksa alat pemantau botol vaksin (VVM). Jika vaksin sudah masuk kriteria C dan D jangan dipergunakan.
3.   Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika tanggal kadaluarsa telah lewat.
4.   Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini menunjukkan adanya pembekuan atau anda menduga bahwa vaksin yang sensitif beku (vaksin-vaksin DTP, DT, TT,  HepB, DTP-HepB ) telah membeku, anda sebaiknya melakukan tes kocok.
Penting diperhatikan, bahwa selama proses pelayanan imunisasi harus diperhatikan pemeliharaan cold chain, dengan beberapa poin penting berikut:
1.   Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine carrier dengan menggunakan cool pack, agar suhu tetap terjaga pada temperature 20-80 C dan vaksin yang sensitive terhadap pembekuan tidak beku.
2.   Hindari vaccine carrier yang berisi vaccine dari cahaya matahari langsung.
3.   Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaccine carrier yang tertutup rapat.
4.   Jangan membuka vaccine atau melarutkan vaccine bila belum ada sasaran datang.
5.   Pada saat pelarutan suhu pelarut dan vaksin harus sama.
6.   Petugas imunisasi tidak  diperbolehkan membuka vial baru sebelum vial lama habis.
7.   Bila sasaran belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi dari cahaya matahari dan suhu luar, seharusnya dengan cara diletakkan di lubang busa yang terdapat diatas vaksin carrier (lihat gambar di bawah).
8.   Dalam setiap vaccine carrier sebaiknya terdapat empat cool pack.
9.   Bila vaksin yang sudah dilarutkan sudah habis, pelarutan selanjutnya dilakukan bila telah ada anak yang hendak diimunisasi.
4)   Menyiapkan termos
5)   Menyiapkan tempat kerja
1.   Beberapa persyaratan ruangan pelayanan imunisasi yang menetap (fasilitas pelayanan kesehatan), •    Mudah diakses
•    Tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
•    Cukup tenang
2.   Sedangkan syarat tempat pelayanan imunisasi lapangan (outreach)
•    Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
•    Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.

Dalam mengatur tempat imunisasi, kita juga harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1.   Pintu masuk terpisah dari pintu keluar sehingga orang-orang dapat masuk dan keluar dari pelayanan dengan lebih cepat dan mudah;
2.   Tempat menunggu bersih, nyaman dan dalam cuaca yang panas tidak terkena sinar matahari;
3.   Mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan
4.   Melaksanakan kegiatan system 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengkap yang memberikan pelayanan 5 program (KB, KIA, Diare, Imunisasi dan Gizi);
5.   Jumlah orang yang ada di tempat imunisasi atau tempat lain dibatasi sehingga tidak penuh sesak;
6.   Segala sesuatu yang anda perlukan berada dalam jangkauan atau dekat dengan meja imunisasi anda.

c)  Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
1.   Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi
2.   Pemeriksaan Sasaran (skreening) dan Pengisisan Register
3.   Konseling
4.   Pemberian Imunisasi dengan menggunakan vaksin yang tepat dan aman
5.   Menggunakan alat suntik ADS( Auto disable syringe)
6.   Pengisian buku pencatatan

d)  Kegiatan akhir Pelayanan imunisasi
1.   Pada tempat pelayanan statis  ( Yang memiliki lemari es penyimpanan vaksin )
a)    Menangani sisa vaksin
b)   Membuang alat-alat suntik bekas
c)    Hasil imunisasi setiap bulan dilaporkan
2.   Pada tempat pelayanan lapangan
a)    Membereskan thermos
b)   Meninggalkan tempat pelayanan keluar dengan keadaanbersih dan rapi
c)    Mengembalikan vaksin kedalam lemari es
d)   Membersihkan thermos
e)    Hasil imunisasi setiap bulan dilaporkan
e)  Pemantauan Kejadian Pasca imunisasi (KIPI)
Klasifikasi KIPI menurut WHO 1999 :
a)    Reaksi vaksin
b)   Kesalahan program
c)    Kebetulan
d)   Reaksi suntikan
e)    Penyebab tidak diketahui             

6.   Sasaran
  1. Semua anak-anak dibawah umur satu tahun
  2. Anak-anak SD Kelas I s/d kelas VI
  3. WUS – Wanita Usia Subur (terutama calon pengantin) yang belum diimunisasi terhadap tetanus.
  4. Ibu Hamil; untuk melindungi bayinya dari menderita penyakit Tetanus setelah lahir.


7.   Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan Imunisasi di Puskesmas
Tahun 20
No.
Uraian Kegiatan
Rencana Waktu
Bulan Ke -
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
1
Imunisasi Dasar

















































2
Imunisasi Lanjutan

















































3
Imunisasi Tambahan

















































4
Imunisasi Khusus





















































8.   Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Evaluasi dilakukan oleh Perawat atau Juru imunisasi serta bidan yang melakukan tindakan imunisasi terhadap ketepatan jadwal pelaksanaan kegiatan apakah sesuai jadwal pada saat persiapaan dan pelaksanaan kegiatan
Laporan Evaluasi kegiatan harus disusun tiap akhir kegiatan oleh Perawat, bidan sebagai pemegang program imunisasi.

9.   Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Format Pelaporan dan pencatatan sesuai dengan buku Panduan Imunisasi Dasar Bagi Pelaksana Imunisasi/Bidan.
Pemegang program imunisasi harus membuat laporan kegiatan paling lambat 1 (satu) minggu setelah pelaksanaan kegiatan.
Evaluasi akhir paling lambat 2 (dua) minggu setelah keseluruhan kegiatan dilakukan.