Kerangka Acuan Penyakit Yang Dapat Di Cegah Dengan
Imunisasi ( PD3I )
1. Pendahuluan
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang
berkesinambungan berdasarkan pancasila dan UUD 1945.Keberhasilan pembangunan
kesehatan sangat dipengaruhi tersedianya sumber daya manusia yang
sehat,terampil dan ahli,serta disusun dalam satu program kesehatan dengan
perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi epidemiologi yang
valid.
Pembangunan bidang kesehatan di indonesia saat ini mempunyai beban ganda
(double burden).Penyakit menular masih merupakan masalah,sementara penyakit
degeneratif juga muncul sebagai masalah.Penyakit menular tidak mengenal wilayah
administrasi,sehingga menyulikan pemberantasannya.Dengan tersedianya vaksin
yang dapat mencegah penyakit menular tertentu,maka tindakan pencegahan untuk
mencegah berpindahnya penyakit dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan
dengan hasil yang efektif
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan
“Indonesia Sehat 2020” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku
sehat.Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma
Sehat”yaitu paradigma pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama
pada peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dibandingkan
upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)
secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.Menurut Undang-undang Nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan,Paradigma sehat dilaksanakan melalui beberapa
kegiatan antara lain pemberantasan penyakit.salah satu upaya pemberantasan
penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi).
Program imunisasi merupakan salah satu teknologi yangsangat efektif
dalam mencegah terjadinya PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi)
yang secara langsung berhubungan dengan menurunkan angka kematian bayi dan
balita.
Kualitas pelayanan imunisasi yang kurang optimal tentunya akan membuat
sia-sia sumberdaya yang telah dikeluarkan seperti biaya
operasional,vaksin,logistik,tenaga dan waktu.Bahkan yang paling memprihatinkan
untuk kita semua adalah kegagalan imunisasi akan mengancam terjadinya
kesakitan,kecacatan,atau kematian pada anak yang di akibatkan PD31.Karenanya
untuk mendukung kualitas pelayanan imunisasi diperlukan peningkatan kualitas
sumberdaya yang handal.
Penyelenggaran program
imunisasi di Lingkungan FKTP ................ harus dimaksimalkan karena
cakupan imunisasi yang tinggi dapat memberikan gambaran status kekebalan bayi
terhadap penyakit yang merupakan salah satu gambaran status kelangsungan hidup
disamping cakupan dan angka-angka kematian ibu, bayi dan status gizi yaitu
dapat memberikan gambaran keberhasilan pembangunan kesehatan kedepan terhadap
kelangsungan hidup anak atau generasi yang akan datang di suatu wilayah. Jadi
apabila cakupan imunisasi rendah misalnya hanya mencapai 60% dengan tingkat
kekebalan yang didapat hanya 85 % ini artinya hanya sekitar 50 % anak balita
dalam suatu wilayah yang mempunyai kekebalan comunitas/populasi, 50 % anak
balita yang tidak kebal akan beresiko untuk menderita penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, disamping itu juga penyakit-penyakit lainnya
misalnya diare, ISPA akan dengan mudah menjangkiti anak-anak balita.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa upaya imunisasi
perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat kekebalan masyarakat
(population immunity) yang tinggi sehingga dapat memutus mata rantai penularan
PD3I.Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi upaya imunisasi dapat
semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberika sumbangan yang nyata
bagi kesejahteraan anak,ibu serta masyarakat lainnya.
2. Latar
Belakang
Latar Belakang Konsep paradigma sehat di dalam
pembangunan kesehatan adalah pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan
upaya promotif dan preventif dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program
imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangat
efektif menurunkan angka kesakitan dan kematian serta kecacatan pada bayi dan
balita. Saat ini, kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagai salah satu bentuk nyata
komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan
utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). PD3I adalah
penyakit-penyakit menular yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah dan
kematian terutama balita seperti Hepatitis B, TB (Tuberkulosis), DPT (Difteri,
Pertusis, Tetanus), Polio, dan Campak. Menurut data terakhir WHO, kematian balita
sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I), misalnya tetanus 198.000 (14%), dan campak 540.000 (38%).
Penyakit tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, dan campak
mengakibatkan kematian sekitar 4 juta anak terutama di Negara berkembang. Tanpa
imunisasi sekitar 3 dari 100 anak akan meninggal dunia karena penyakit campak,
dan 2 dari 100 anak akan meninggal dunia karena batuk reja serta 1 dari 100
anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari setiap 200.000 anak, 1 anak
akan menderita penyakit polio. Berdasarkan laporan WHO, 87 negara dari 193
anggotanya memiliki angka kejadian hepatitis B kronis yang tinggi (8 %). Pada
2006, 50 % dari 135 juta bayi baru lahir di dunia berisiko terinfeksi hepatitis
B sehingga berpotensi menjadi hepatitis kronis B yang dapat berakibat kanker
hati. Di Amerika Serikat, penyebaran virus polio liar berhenti sekitar 1979,
sementara di Eropa virus tersebut sudah hilang sejak 1991. Pada tahun 2000 di
seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus Difteri dan 3.000 orang (10 %)
diantaranya meninggal karena Difteri. Sedangkan untuk kasus pertusis
diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kasus berdampak pada kematian di
dunia. Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000 - 40.000 anak di
Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua
puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak. Virus hepatitis B
ditemukan pada 2,1 - 0,7 % ibu hamil. Penularan hepatitis B pada bayi baru lahir
saat persalinan dari ibu pengidap penyakit hepatitis B berisiko tinggi (sampai
dengan 90 %) selanjutnya bayi akan menjadi hepatitis B kronis dan dapat
menderita kanker hati kelak. Vaksinasi polio dilakukan sejak 1980, sehingga
sepanjang kurun waktu 1995 sampai 2005 tidak ditemukan kasus poliomyelitis.
Namun, sejak Maret 2005, ditemukan penderita di Desa Girijaya, kecamatan
Cidahu, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengakibatkan 307 anak cacat seumur
hidup. Dengan adanya vaksinasi polio rutin dan vaksin tambahan di seluruh
Indonesia melalui Pekan Imunisasi Nasional, penyebaran virus dapat dihentikan
sehingga sejak 2006 sampai sekarang tidak ditemukan lagi kasus polio baru.
Angka kejadian TB masih tinggi, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India
dan Cina. Diperkirakan penderita tuberculosis tahun 2006 sekitar 234 orang per
100.000 penduduk. Sedangkan menurut WHO, 175.000 orang di Indonesia setiap
tahun meninggal dunia karena tuberculosis dan terdapat 450.000 kasus baru
setiap tahun. Menurut laporan di beberapa Rumah Sakit di Indonesia, kematian
penderita Difteri berkisar 32,5 % - 37,14 %. Indikator keberhasilan pelaksanaan
imunisasi diukur dengan pencapaian Universal Child Immunization (UCI)
desa/kelurahan, yaitu minimal 80% bayi di desa/ kelurahan telah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. Persentase pencapaian UCI di tingkat desa/kelurahan di
Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2008 cenderung mengalami fluktuasi. Pada
tahun 2004 (69,43 %), 2005 (76,23 %), 2006 (73,26 %), 2007 (71,18 %), dan 2008
(74,02 %) (Depkes, 2008). Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014
seluruh desa/kelurahan mencapai 100% UCI atau 90% dari seluruh bayi di
desa/kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari
BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Guna mecapai target 100% UCI
desa/kelurahan pada tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya percepatan
melalui Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional untuk mencapai UCI (GAIN UCI)
seperti yang telah ditetapkan dalam Keputusan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Nomer : 482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselarasi Imunisasi
Nasional Universal Child Immunization 2010-2014 (GAIN UCI 2010-2014). GAIN UCI
merupakan upaya terpadu berbagai sektor terkait dari tingkat Pusat sampai
Daerah untuk mengatasi hambatan serta memberikan dukungan untuk keberhasilan
pencapaian UCI desa/kelurahan. Berdasarkan angka kematian balita akibat PD3I
yang ada, maka masih sangat diperlukan upaya-upaya dari instasi kesehatan untuk
meningkatkan program imunisasi demi terwujudnya eradikasi penyakit terkait
PD3I, mengingat masih banyak desa yang merupakan kantong rentan terhadap
penyakit khususnya kawasan terisolir. Keberhasilan pelaksanaan program
imunisasi sangat membutuhkan dukungan dan partisipasi dari semua elemen masyarakat
dan tak lepas dari peran petugas pelayanan kesehataan setempat.
3. Tujuan
a) Umum
Menurunkan angka kesakitan,kecacatan dan kematian pada bayi dan balita
akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi
b) Khusus
1) Memberikan kekebalan terhadap penyakit menular
tertentu sehingga biaya pengobatan tidak diperlukan
2) Bayi atau balita tahan terhadap penyakit berbahaya
,maka akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat.
3) Bayi dan ibu yang akan melahirkan dapat terlindung
dari penyakit menular yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi
keduanya.
4. Kegiatan
a) Pokok
1)
Imunisasi
dasar pada bayi yaitu:
a.
Imunisasi BCG
b.
Imunisasi DPT
HB / DPT HB Hib
c.
Imunisasi Hepatitis
B pada bayi baru lahir
d.
Imunisasi Polio
e.
Imunisasi Campak
2)
Imunisasi
lanjutan pada batita,anak usia sekolah dan WUS yaitu:
a.
Imunisasi
DPT HB / DPT HB Hib
b.
Imunisasi
Campak
c.
Imunisasi
DT (Diphteri Tetanus)/Td (Tetanus Diphteri)
d.
Imunisasi
Tetanus Toxoid (TT)
3)
Imunisasi
Tambahan
Diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling beresiko terkena
penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu
4)
Imunisasi Khusus
a.
Imunisasi
persiapan keberangkatan jemaah haji/umroh
b.
Imunisasi
meningitis,
c.
Imunisasi meningokokus
d.
Imunisasi
Demam Kuning
e.
Imunisasi
Anti Rabies (VAR)
b) Rincian kegiatan
1)
Jadwal
imunisasi
2)
Menyiapkan
pelayanan imunisasi
3)
Pelaksanaan
pelayanan imunisasi
4)
Kegiatan
akhir pelayanan imunisasi
5)
Pemantauan
Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI)
5. Cara
melaksanakan kegiatan
a)
Jadwal
imunisasi
Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi
UMUR
|
VAKSIN
|
0 bulan
|
HB 0
|
0 – 1 bulan
|
BCG, Polio 1
|
2 bulan
|
DPT-HB-Hib 1, Polio 2
|
3 bulan
|
DPT-HB-Hib 2, Polio 3
|
4 bulan
|
DPT-HB-Hib 3, Polio 4
|
9 bulan
|
Campak
|
Jadwal Pemberian Imunisasi pada WUS
IMUNISASI
|
PEMBERIAN IMUNISASI
|
SELANG WAKTU PEMBERIAN MINIMAL
|
MASA PERLINDUNGAN
|
DOSIS
|
TT WUS
|
T1
|
-
|
-
|
0,5 cc
|
T2
|
4 minggu setelah T1
|
3 tahun
|
0,5 cc
|
|
T3
|
6 bulan setelah T2
|
5 tahun
|
0,5 cc
|
|
T4
|
1 tahun setelah T3
|
10 tahun
|
0,5 cc
|
|
T5
|
1 tahun setelah T4
|
Ø
25 tahun
|
0,5 cc
|
Jadwal Anak Pemberiam Imunisasi SD & yang
sederajat
IMUNISASI ANAK SEKOLAH
|
PEMBERIAN IMUNISASI
|
DOSIS
|
Kelas 1
|
DT
Campak
|
0,5 cc
|
Kelas 2
|
Td
|
0,5 cc
|
Kelas 3
|
Td
|
0,5 cc
|
b) Menyiapkan pelayanan imunisasi
1)
Logistik
Logistik yang dimaksud
antara lain meliputi vaksin, Auto Disable Syringe, safety box, emergency kit,
dan dokumen pencatatan status imunisasi. Peralatan yang diperlukan untuk
pelaksanaan pelayanan imunisasi tergantung pada perkiraan jumlah sasaran yang
akan diimunisasi. Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan imuniasi
secara lengkap antara lain:
1.
Termos/Vaksin carrier
2.
Cool Pack / Kotak dingin cair
3.
Vaksin, Pelarut dan penetes (dropper)
4.
Alat suntik
5.
Safety box (kotak pengaman)
6.
Pemotong/kikir ampul pelarut
7.
Formulir
8.
Kapas dan wadah
9.
Bahan penyuluhan (poster, leaflet, dan lainnya)
10.
Alat tulis (kertas, pensil dan pena)
11.
Kartu-kartu Imunisasi (KMS, kartu TT)
12.
Buku register bayi dan WUS
13.
Tempat sampah
14.
Sabun untuk cuci tangan
15.
Anafilatik shock kit
2)
Mengeluarkan
Vaksin dan pelarut dari Lemari es
1.
Sebelum membuka lemari es, tentukan seberapa banyak vial vaksin yang
dibutuhkan untuk pelayanan.
2.
Catat suhu di dalam lemari es.
3.
Pilih dan keluarkan vaksin sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk VVM dan tanggal kedaluarsa (EEFO, FIFO).
3)
Memeriksa
apakah vaksin aman diberikan
Sebelum melakukan
imunisasi, kita harus yakin bahwa vaksin telah aman untuk diberikan,
dengan prosedur sebagai berikut:
1.
Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan gunkan
vaksin atau pelarut tersebut.
2.
Periksa alat pemantau botol vaksin (VVM). Jika vaksin sudah masuk kriteria
C dan D jangan dipergunakan.
3.
Periksa tanggal kadaluarsa, jangan gunakan vaksin dan pelarut jika tanggal
kadaluarsa telah lewat.
4.
Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini
menunjukkan adanya pembekuan atau anda menduga bahwa vaksin yang sensitif beku
(vaksin-vaksin DTP, DT, TT, HepB, DTP-HepB ) telah membeku, anda
sebaiknya melakukan tes kocok.
Penting
diperhatikan, bahwa selama proses pelayanan imunisasi harus diperhatikan pemeliharaan cold
chain, dengan beberapa poin penting berikut:
1.
Selama pelayanan imunisasi, vaksin dan pelarut harus disimpan dalam vaccine
carrier dengan menggunakan cool pack, agar suhu tetap terjaga pada temperature
20-80 C dan vaksin yang sensitive terhadap pembekuan tidak beku.
2.
Hindari vaccine carrier yang berisi vaccine dari cahaya matahari langsung.
3.
Sebelum sasaran datang vaksin dan pelarut harus tersimpan dalam vaccine
carrier yang tertutup rapat.
4.
Jangan membuka vaccine atau melarutkan vaccine bila belum ada sasaran
datang.
5.
Pada saat pelarutan suhu pelarut dan vaksin harus sama.
6.
Petugas imunisasi tidak diperbolehkan membuka vial baru sebelum vial
lama habis.
7.
Bila sasaran belum datang, vaksin yang sudah dilarutkan harus dilindungi
dari cahaya matahari dan suhu luar, seharusnya dengan cara diletakkan di lubang
busa yang terdapat diatas vaksin carrier (lihat gambar di bawah).
8.
Dalam setiap vaccine carrier sebaiknya terdapat empat cool pack.
9.
Bila vaksin yang sudah dilarutkan sudah habis, pelarutan selanjutnya
dilakukan bila telah ada anak yang hendak diimunisasi.
4)
Menyiapkan
termos
5)
Menyiapkan
tempat kerja
1. Beberapa persyaratan
ruangan pelayanan imunisasi yang menetap (fasilitas pelayanan kesehatan),
• Mudah diakses
• Tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
• Cukup tenang
• Tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
• Cukup tenang
2. Sedangkan syarat tempat
pelayanan imunisasi lapangan (outreach)
• Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
• Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.
• Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
• Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.
Dalam mengatur tempat
imunisasi, kita juga harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1.
Pintu masuk terpisah dari pintu keluar sehingga orang-orang dapat masuk dan
keluar dari pelayanan dengan lebih cepat dan mudah;
2.
Tempat menunggu bersih, nyaman dan dalam cuaca yang panas tidak terkena
sinar matahari;
3.
Mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan
4.
Melaksanakan kegiatan system 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengkap
yang memberikan pelayanan 5 program (KB, KIA, Diare, Imunisasi dan Gizi);
5.
Jumlah orang yang ada di tempat imunisasi atau tempat lain dibatasi
sehingga tidak penuh sesak;
6.
Segala sesuatu yang anda perlukan berada dalam jangkauan atau dekat dengan
meja imunisasi anda.
c) Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
1.
Penyuluhan Sebelum
dan Sesudah Pelayanan Imunisasi
2.
Pemeriksaan
Sasaran (skreening) dan Pengisisan Register
3.
Konseling
4.
Pemberian
Imunisasi dengan menggunakan vaksin yang tepat dan aman
5.
Menggunakan
alat suntik ADS( Auto disable syringe)
6.
Pengisian
buku pencatatan
d) Kegiatan akhir Pelayanan imunisasi
1.
Pada tempat
pelayanan statis ( Yang memiliki lemari
es penyimpanan vaksin )
a)
Menangani
sisa vaksin
b)
Membuang
alat-alat suntik bekas
c)
Hasil
imunisasi setiap bulan dilaporkan
2.
Pada tempat
pelayanan lapangan
a)
Membereskan
thermos
b)
Meninggalkan
tempat pelayanan keluar dengan keadaanbersih dan rapi
c)
Mengembalikan
vaksin kedalam lemari es
d)
Membersihkan
thermos
e)
Hasil
imunisasi setiap bulan dilaporkan
e) Pemantauan Kejadian Pasca imunisasi (KIPI)
Klasifikasi
KIPI menurut WHO 1999 :
a)
Reaksi
vaksin
b)
Kesalahan
program
c)
Kebetulan
d)
Reaksi
suntikan
e)
Penyebab
tidak diketahui
6. Sasaran
- Semua anak-anak
dibawah umur satu tahun
- Anak-anak SD Kelas I
s/d kelas VI
- WUS – Wanita Usia
Subur (terutama calon pengantin) yang belum diimunisasi terhadap tetanus.
- Ibu Hamil; untuk
melindungi bayinya dari menderita penyakit Tetanus setelah lahir.
7. Jadwal
Pelaksanaan Kegiatan
Jadwal
Pelaksanaan
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kegiatan
Imunisasi di Puskesmas
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tahun 20
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
No.
|
Uraian Kegiatan
|
Rencana Waktu
|
Bulan Ke -
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
XI
|
XII
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1
|
Imunisasi
Dasar
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2
|
Imunisasi
Lanjutan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3
|
Imunisasi
Tambahan
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
Imunisasi
Khusus
|
8. Evaluasi
pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Evaluasi dilakukan oleh Perawat atau Juru imunisasi
serta bidan yang melakukan tindakan imunisasi terhadap ketepatan jadwal
pelaksanaan kegiatan apakah sesuai jadwal pada saat persiapaan dan pelaksanaan
kegiatan
Laporan Evaluasi kegiatan harus disusun tiap akhir
kegiatan oleh Perawat, bidan sebagai pemegang program imunisasi.
9. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Format Pelaporan dan pencatatan sesuai dengan buku
Panduan Imunisasi Dasar Bagi Pelaksana Imunisasi/Bidan.
Pemegang program imunisasi harus membuat laporan
kegiatan paling lambat 1 (satu) minggu setelah pelaksanaan kegiatan.
Evaluasi akhir paling lambat 2 (dua) minggu setelah
keseluruhan kegiatan dilakukan.