PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL
UPT PUSKESMAS ........
BAB I
DEFINISI
Kewaspadaan
universal atau Universal Precautions merupakan upaya pencegahan infeksi yang
telah mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial
(infeksi yang ditimbulkan dari tindakan medis) yang terus menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan pasien.
Bagi
masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan kesehatan.
Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya kepada
petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan
tersebut. Pelaksanakan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk
menjaga sarana kesehatan sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi sumber
infeksi.
Hasil
survei tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen, 2000),
menunjukkan masih ditemukannya beberapa tindakan petugas yang potensial
meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan
masyarakat luas, yakni :
1.
Cuci
tangan yang tidak benar
2.
Penggunaan
sarung tangan yang tidak tepat.
3.
Penutupan
kembali jarum suntik secara tidak aman
4.
Teknik
dekontaminasi dan sterilisasi peralatan tidak tepat.
5.
Pembuangan
peralatan tajam secara tidak aman
6.
Praktek
kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal
tersebut dapat saja meningkatkan risiko petugas kesehatan tertular karena
tertusuk jarum atau terpajan/cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien
dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau
produk darah yang mengandung virus.
Kewaspadaan
Universal telah dikembangkan oleh DepKes sejak th 1980 an dan pada tahun 2001
Depkes telah memasukkan Pengendalian Infeksi Nosokomial sebagai salah satu
tolok ukur akreditasi rumah sakit, dimana termasuk di dalamnya adalah penerapan
Kewaspadaan Universal.
Penerapan
Kewaspadaan Universal merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak terlepas
dari peran masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan
termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan termasuk staf penunjangnya
dan juga para pengguna pelayanan yaitu pasien dan pengunjung sarana kesehatan
tersebut. Program ini hanya dapat berjalan bila masing-masing pihak menyadari
dan memahami peran dan kedudukan masing-masing.
Pimpinan
berkewajiban menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan universal.memantau dan
memastikan bahawa kewaspadaan universal dapat dilaksanakan tenaga kesehatan
dengan baik. Pimpinan bertanggung jawab atas penganggaran dan ketersediaan
sarana untuk menunjang kelancaran pelaksanakan kewaspadaan universal di unit
yang dipimpinnya.
Tenaga
kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta
bertanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan yang ditetapkan pimpinan. Tenaga
kesehatan juga bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang disediakan
dengan baik dan benar serta memelihara sarana agar selalu siap pakai dan dapat
dipakai selama mungkin.
Secara
rinci kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi :
1.
Bertanggung
jawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja di linkungannya, wajib mematuhi
instruksi yang diberikan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja dan
membantu mempertahankan lingkungan bersih dan aman.
2.
Mengetahui
kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi dan mematuhinya
dalam pekerjaan sehari-hari.
3.
Tenaga
kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan risiko penularan
infeksi baik dari dirinya ke pada pasien atau sebaliknya sebaiknya tidak
merawat psien secara langsung.
4.
Sebagai
contoh misalnya pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim, bernanah, harus
menutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air, bila tidak
memungkinkan maka tenaga tersebut sebaiknya tidak merawat pasien
5.
Bagi
tenaga kesehatan yang mengidap HIV mempunyai kewajiban moral untuk memberitahu
atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan pekerjaaan status
serologi tersebut dapat menjadi risiko pada pasien, misalnya tenaga kesehatan
dengan status HIV dan menderita eksim basah.
Setiap
orang berhak atas privasi dan sekaligus berkewajiban menjaga keselamatan orang
lain. Dengan demikian bila seorang pasien yang mengetahui dengan pasti
menderita penyakit yang dapat menular pada orang lain, moral untuk
memberitahukannya.Terutama bila terjadi kecelakaan kerja pada petugas misalnya
luka tusuk atau terkena alat tajam lain bekas pasien, maka pasien seperti
diatas sebaiknya memberi informasi atau izin untuk pemeriksaan darah guna
membantu tindak lanjut bagi tenaga kesehatan yang mengalami kecelakaan
tersebut. Dalam hal ini petugas kesehatan wajib membrikan penyuluhan yang jelas
tentang penerapan kewaspadaan universal tanpa berlebihan dan tidak menyinggung
perasaan pasien agar dapat membangkitkan rasa tanggung jawab pasien mengenai
risiko yang sedang mereka hadapi. Dengan demikian pasien akan dengan suka rela
membuka diri, memberi informasi serta memberikan izin pemeriksaan yang
diperlukan, lebih-lebih pada persiapan tindakan yang berisiko.
Ikatan
kekerabatan di Indonesia dikenal sangat kuat. Bila salah satu anggotanya ada
yang dirawat, anggota keluarga yang lain akan membantu dengancara menunggu di
rumah sakit ataupun degancara menjenguknya secara teratur atau setiap saat.
Para penunggu atau pengunjung tersebut potensial untuk menjadi sarana
penyebaran infeksi. Dengan demikian peran keluarga dalam pengendalian infeksi
tersebut menjadi penting pula. Keluarga perlu dilibatkan dalam setiap upaya
penyembuhan ataupun upaya yang lain yang terkait dengan perawatan pasien.
Banyak informasi yang dapat digali dari keluarga dalam upaya memberikan
pelayanan ataupun upaya pencegahan infeksi pada umumnya. Anggota keluarga
pasien berhak untuk tidak mendapatkan penularan infeksi selama mereka
menjalankan fungsi sosialnya, baik sebagai penunggu ataupun sebagai pengunjung.
Oleh karena itu mereka berhak pula untuk mendapatkan informasi secukupnya agar
dapat melindungi diri mereka dari infeksi tanpa mengabaikan hak pasien untuk
tetap terjaga kerahasiaannya.
BAB II
RUANG LINGKUP
Kewaspadaan
Universal ini dilakukan di UPT Puskesmas ........, termasuk didalamnya seluruh karyawan
UPT Puskesmas ........mendukung pelaksanaan Kewaspadaan Universal. Pasien dan
pengunjung Puskesmas juga diajak berperan aktif dalam pelaksanaan Kewaspadaan
Universal ini dalam lingkungan UPT Puskesmas .........
Prinsip
utama Prosedur Kewaspadaan Universal pelayanan kesehatanKewaspadaan Universal
di UPT Puskesmas ........adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi
ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5
kegiatan pokok yaitu :
1.
Cuci
tangan guna mencegah infeksi silang
2.
Pemakaian
alat pelindung diri diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak
dengan darah serta cairan infeksius yang lain
3.
Pengelolaan
alat kesehatan bekas pakai
4.
Pengelolaan
jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5.
Pengelolaan
limbah dan sanitasi ruangan.
BAB III
TATA LAKSANA
A.CUCI TANGAN
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora risiden dan flora transien.
Flora risiden adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari
tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis, yang telah
beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien yang juga disebut
flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja.
Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permikaan dengan gesekan
mekanisme dan pencucuian dengan sabun atau detrjen. Oleh karena itu cuci tangan
adalah cara pencegahan infeksi yang sangat penting.
Cuci tangan harus selalu dilakukan
dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memaakai
sarung tangan atau alat pelindung lainnya untuk menghilangkan/mengurangi
mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi
dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sbelum dan sesudah
memakai sarung tangan.
Tiga cuci tangan yang dilakukan sesuai
dengan kebutuhan yaitu
1.
Cuci
tangan higienik atau rutin : mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan
dengan menggunakan sabun atau deterjen
2.
Cuci
tangan aseptik : sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan
antiseptik
3.
Cuci
tangan bedah : sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik
dan sikat steril
Cuci tangan harus dilakukan pada saat
yang diperkirakan mungkin akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu
sebelum melakukan suatu tindakan yang seharusnya dilakukan secara bersih dan
setelah melakukan tindakan yang kemungkinan terjadi pencemaran, seperti :
1.
Sebelum
melakukan tindakan, misalnya memeluai pekerjaan (baru tiba dikantor), saat akan
memeriksa (kontak langsung dengan pasien), saat akan memakai sarung tangan
steril atau sarung tangan yang telah dideisnfeksi tingkat tinggi DTT, untuk
melakukan suatu tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di DTT, saat
akan melakukan injeksi, saat hendak pulang ke rumah.
2.
Setelah
melakukan tindakan yang kemungkinan terjadi pencemaran, misalnya setelah
memriksa pasien, setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-bahan lain
yang berisiko terkontaminasi, setelah meyetuh selaput mukosa, darah atau cairan
tubuh lainnya, setelah membuka sarung tangan (cuci tangan sesudah membuka
sarung tangan perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan tangan
berlubang atau robek), setelah dari toilet/kamar kecil, setelah bersin atau
batuk.
Sarana cuci tangan
1.
Air
mengalir.
Sarana
utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak
penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka
mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanisme atau kimia saat cuci
tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit. Air mengalir
tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara
mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadiny pencemaran,
baik melalui gagang gayung ataupun percikan air bekas cucian kembalike bak
penampung air bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat
diupayakan secara sederhana dengan tangki berkran di ruang pelayanan/perawatan
kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya.
2.
Sabun
dan deterjen
Bahan
tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah
mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas daripermukaan kulit dan mudah terbawa oelh air. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan,
namun dilain pihak denganseringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan
lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.
Hilngnya lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya kembali
mikroorganisme.
3.
Larutan
antiseptik
Larutan
antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan
pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal
efektifitas, aktifitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai
dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing
individu.
Kulit
manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan
jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien.
Kriteria memilih antiseptik adalah :
a.
Memliki
efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas.
b.
Efektifitas
c.
Kecepatan
aktifitas awal
d.
Efek
residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
e.
Tidak
mengakibatkan iritasi kulit
f.
Tidak
menyebakan alergi
g.
Efektif
sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
h.
Dapat
diterima secara visual maupun estetik.
Cara cuci tangan yang dipakai di UPT
Puskesmas ........dengan memakai 6 langkah yaitu :
a.
Gosokkan
telapak tangan kanan dengan telapak
tangan kiri.
b.
Gosokkan
telapak kiri atas punggung tangan kanan dan sebaliknya
c.
Masukkan
jari-jari tangan kanan ke sela-sela jari tangan kiri kemudian gosok berlawanan
arah
d.
Jari
tangan dirapatkan dan saling dikaitkan kemudian di gosokkan berlawanan arah
e.
Jempol
kanan digosok memutar oleh telapak kiri dan sebaliknya
f.
Jari
kanan menguncup, gosok memutar pada telapak tangan kiri dan sebaliknya.
Adapun cuci tangannya dengan :
a. Dengan
cara air mengalir. Setiap ruangan teutama ruangan tindakan dipasang wastafel
dengan air mengalir, sebagai tempat cuci tangan
b. Di dinding dipasang alat hansd rub yang diisi
cairan antiseptik, ada beberapa hansd rub yang dipasang, harapannya digunakan
untuk pasien dan petugas.
B.ALAT PELINDUNG DIRI
Alat pelindung tubuh digunakan untuk
melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
pasien. Jenis tindakan berisiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang,
otopsi atau perawatan gigi dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang
tinggi.
Jenis-jenis alat pelindung
1.
Sarung
tangan
Pemakaian
sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, selaput lendir
pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh
setiap petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh,
sekret, ekskreta dan benda yang terkontaminasi.
Dikenal
3 jenis sarung tangan
a.
sarung
tangan bersih
sarungtangan
yang didisenfeksi tingkat tinggi dan digunakan sebelum tindakan rutin pada
kulit dan selaput lendir. Sarung tangan bersih dapat digunakan untuk tindakan
bedah bila tidak ada sarung tangan steril
b.
Sarung
tangan steril
Sarung
tangan yang disterilkan dan harus digunakan pada tindakan bedah.Bila tidak
tersedia sarung tangan steril baru dapat digunakan sarung tangan yang
disinfeksi tingkat tinggi.
c.
Sarung
tangan rumah tangga
Sarug
tangan tersebut terbuat darimlatex atau vinil yangtebal, seperti sarung tangan
yang bisas digunakan untuk keperluan rumah tanga. Dipakai pada waktu
membersihkan alat kesehatan dan permukaan meja kerja dll. Sarung tangan jenis
ini bisa digunakan lagi setelah dicuci dan dibilas bersih.
Sarung
tangan harus selalu dipakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau
diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta,
kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi.
Cara
memakai sarung tangan
1.
Persiapan
a.
Jenis
sarung tangan sesuai jenis tindakan
b.
Kuku
dijaga agar selalu pendek
c.
Lepas
cincin
d.
Cuci
tangan sesuai prosedur standart
2.
Prosedur
a.
Cuci
tangan
b.
Siapkan
area yang cukup luas, bersih dan kering untuk membuka paket sarung tangan.
c.
Buka
pembungkus sarung tangan, minta bantuan petugas lain untuk membuka pembungkus
sarung tangan, letakkan sarung tangan dengan bagian telapak tangan menghadap ke
atas.
d.
Ambil
salah satu sarung tangan dengan memegang pada sisi sebelah dalam lipatannya,
yaitu bagian yang akan bersentuhan dengankulit tangan saat dipakai.
e.
Posisikan
sarungtangan setinggi pinggang dan menggantung ke lantai, sehingga bagian
lubang jari-jari tangannya terbuka. Masukkan tangan
f.
Ambil
sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang sudah
memakai sarung tangan ke bagian lipatan, yaitu bagian yang tidak akan
bersentuhan dengan kulittangan saat dipakai.
g.
Pasang
sarung tangan yang kedua dengan cara memasukkan jari-jari yang belum mamakai
sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan aturposisi sarung tangan sehingga
terasa pas dan enak di tangan
Cara melepas sarung tangan :
1.
Persiapan
a.
Larutan
klorin 0,5 % dalam wadah yang cukup besar
b.
Sarana
cuci tangan
c.
Kantung
penampung limbah medis
2.
Prosedur
a.
Masukkan
sarung tangan yang masih dipakai ke dalam larutan klorin, gosokkan untuk
mengangkat bercak darah atau cairan tubuh lainnya yang menempel.
b.
Pegang
salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujng jari-jari tangan
sehingga bagian dalam dari sarung pertama menjadi sisi luar.
c.
Jangan
dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih berada pada tangan
sebelum melepas sarung tangan yang ke dua. Hal ini penting untuk mencegah
terpaparnya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan sebelah luar sarung
tangan.
d.
Biarkan
sarung tangan yang pertama sampai disekitar jari-jari, lalu pegang sarung
tangan yang kedua pada lipatannya lalu tarik ke arah ujung jari hingga bagian
dalam sarung tangan menjadi sisi luar.Demikian dilakukan secara bergantian.
e.
Pada
akhir setelah hampir di ujung jari, maka secara bersamaan dan dengan sangat
hati-hati sarung tangan tadi dilepas.
f.
Perlu
diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyentuh bagian dalam sarug
tangan.
g.
Cuci
tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung tangan berlubang
namun sangat kecil dan tidak terlihat. Tindakan mencuci taangan setelah melepas
sarung tangan ini akan memperkecil risiko terpajan.
2.
Pelindung
wajah/masker/kaca mata
Pelindung
wajah terdiri dari dua macam pelindung yaitu masker dan kaca mata, dengan
berbagai macam bentuk, yaitu ada yang terpisah dan ada pula yang menjadi satu.
Pemakaian pelindung wajah tersebut dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir
hidung,mulut dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan darah dan cairan tubuh lainnya, etrmasuk
tindakan bedah ortopedi atau perawatan gigi.
Jenis
alat yang digunakan meliputi masker, kacamata atau pelindung wajah digunakan
sesuai kemungkinan percikan darah selama tindakan berlangsung. Masker, kacamata
dan pelindung wajah digunakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
lapangan dan ketajaman pandangan.
Masker
tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien
tuberkolosis terbuka tanpa luka dibagian kulit/perdarahan.Masker digunakan bila
terjadi berada dalam jarak 1 meter dari pasien.
Masker,
kacamata dan pelidung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang
melaksanakan atau membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama
oleh darah dan cairan tubuh lainnya antaralain pembersihan luka, membalut luka,
mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai.
Bila
ada indikasi untuk memakai ketiga macam alat pelindung tersebut, maka masker
selalu dipasang dahulu sebelum memakai gaun pelindung atau sarung tangan,
bahkan sebelum melakukan cuci tangan bedah
3.
Penutup
kepala
Tujuan
pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di
rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril dan juga
sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan bahan-bahan
dari pasien
4.
Gaun
pelindung (bajukerja/celemek)
Gaun
pelindung ataujubah atau celemek, merupakan salah satu jenis pakaian kerja.
Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun bedah,
jas laboratorium dan celemek.jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan
bahan tidak tembus cairan.
Tujuan
pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju
atau seragam.
Gaun
pelindung harus dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada saat mmbersihkan
luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan
terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan/wc/toilet, mengganti pembalut,
menangani pasien dengan perdarahan masif, melakukan tindakan bedah termasuk
otopsi, perawatan gigi.
5.
Sepatu
pelindung.
Sepatu
khusus digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang tertentu misalnya ruang
bedah, laboratorrium, ICU, ruang isoasi, ruang pemulasaraan jenazah dan petugas
sanitasi. Sepatu hanya dipakai di ruang tersebut dan tidak boleh dipakai ke
ruang lainnya.
Tujuan
pemakaian adalah melindungi kaki petugas daritumpahan/percikan darah atau
cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau
kejatuhan lat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujug dan telapak kaki
dan tidak dianjurkan untuk menggunaka sandal atau sepatu terbuka. Sepatu khusus
sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan tahan tusukan misalnya karet
atau plastik.
Tidak semua alat pelindung tubuh harus
dipakai, Jenis pelindung tubuh yang dipakai tergantung pada jenis tindakan atau
kegiatan yang akan dikerjakan. Sebagai contoh untuk tindakan bedahinor
(misalnya vasektomi, memasang/ mengangkat implant)cukup memakai sarung
tangansteril atau DTT saja. Namun untuk kegiatan operatif dikamar bedah, atau
melakukan pertolongan persalinan, sebaliknya semua pelindung tubuh dipakai oleh
petugas untuk mengurangi kemungkinan terpajan darah/cairan tubuh lainnya.
C.PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN
Pengelolaan alat-alat bertujuan untuk mencegah
penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau untuk menjamin alat tersebut
dalam kondisi steril dan siap pakai. Semua alat, bahan dan obat yang akan
dimasukkan ke dalam jaringan dibawah kulit harus dalam keadaan steril. Proses
penatalaksanaan peralatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu :
1.
Dekontaminasi
2.
Pencucian
3.
Sterilisasi
4.
Penyimpanan
Dekontaminasi adalah menghilangkan
mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk
pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi pengelolaan
alat kesehatan bekas pakai atau pengelolaan pencemaran lingkungan, misalnya
tumpahan darah/cairan tubuh. Juga sebagai langkah pertama pengelolaan limbah
yang tidak dimusnahkan dengan cara insinerasi atau pembakaran dengan alat
incinerator yaitu sebelum alat tersebut dikubur dengan cara kapurisasi.
Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah
penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya
HIV, HBV dan kotoran lain yang tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas
maupun pasien.
Dekontaminasi dilakukan dengan
menggunakan bahan disinfektan yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang
digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati dan tidak digunakan
untuk kulit dan jaringan mukosa. Salah satu yang biasa dipakai terutama di
negara berkembang seperti indonesia adalah larutan klorin 0,5 % atau 0,005 %
sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan di
dekontaminasi.
Pencucian alat
Setelah dekontaminasi dilakukan
pembersihan merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan
yang memadai maka pada umumnya proses disifeksi atau sterilisasi selanjutnya
menjadi tidak efektif. Kotoran yang tertinggal dapat mempengaruhi fungsinya
atau menyebabkan reaksi pirogen bila masuk ke dalam tubuh manusia.
Pada alat kesehatan yang tidak
terkontaminasi dengan darah misalnya kursi roda, alat pengukur tekanan darah,
infuse pump. Cukup dilap dengan larutan deterjen, namun apabila jelas
terkontaminasi dengan darah maka diperlukan disinfektan.
Pembersihan dengan cara mencuci adalah
menghilangkan segala kotoran yang kasat mata dari benda dan permukaan dengan
sabun atau deterjen, air dan sikat. Kecuali menghilangkan kotoran, pencucian
akan semakin menurunkan jumlah mikroorganisme yang potensial menjadi penyebab
infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, dan juga
memepersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung dengan dengan disinfeksi
atau bahan sterilisasi sehingga proses dapat berjalan secara sempurna. Jika
tidak dicuci lebih dahulu, proses sterilisasi atau DTT menjadi tidak efektif.
Pada pencucian digunakan deterjen dan
air. Pencucian harus dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh
lain, jaringan, bahan organik dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan
alat tersebut. Peralatan yang sudah dicuci, dibilas dan dikeringkan dahulu
sebelum diproses lebih lajut.
Pencucian yang hanya menggunakan air
tidak dapat menghiangkan protein, minyak dan partikel-partikel.
Deterjen dipakai dengan cara
mencmpurkannya dengan air dan digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak
serta kotoran lainnya.
Tidak dianjurkan untuk menggunakan
sabun cuci biasa untuk membersihkan peralatan, karena sabun yang bereaksi
dengan air akan meninggalkan residu yang sulit dihilangkan. Hindarkan juga
penggunaan abu gosok karena akan menimbulkan goresan pada alat yang bisa
menjadi tempat bersembunyi mikroorganisme dan juga memudahkan terjadinya karat.
Disinfeksi dan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk
menhilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali
endospora bakteri.
Baiasanya dilakukan di sarana kesehatan
dengan menggunakan cairan kimia, pasteurisasi atau perebusan. Efikasinya
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah proses yang dilakukan
sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat organik, tingkat
pencemaran, jenis mikroorganisme pada alat kesehatan, sifat dan bentuk alat,
lamanya terpajan oleh disinfektan, sushu dan pH saat proses berlangsung. Bila
faktor-faktor tersebut ada yang diabaikan maka akan mengurangi efektifitas
proses disinfeksi itu sendiri.
Disinfeksi ada dua macam :
1.
Disinfeksi
Kimiawi : alkohol, klorin dan ikatan klorin, formaldehid, glutaardehid,
hidrogen peroksida, yodifora, asam parasetat, fenol, ikatan amonium kuartener.
2.
Cara
disinfeksi lainnya : radiasi sinar ultraviolet, pasteurisasi, mesin pencuci.
Karakteristik disinfektan yang ideal
1.
Berspektrum
luas
2.
Membunuh
kuman secara cepat
3.
Tidak
dipengaruhi faktor lingkungan, yaitu tetap aktif dengan adanya zat organik
seperti darah, sputum, feces, tidak rusak oleh sabun, deterjen, dan zat kimia
lain yang mungkin digunakan bersama.
4.
Tidak
toksis
5.
Tidak
korosif atau merusak bahan
6.
Meninggalkan
lapisan antimikrobial pada permukaan yang diproses
7.
Mudah
pemakaiannya
8.
Tidak
berbau
9.
Ekonomis
10.
Larut
dalam air
11.
Stabil
dalam konsentrasi aktifnya
12.
Mempunyai
efek pembersih.
Disinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT)
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
merupakan anternatif penatalaksanaan alat kesehatan apabila sterilisator tidak
tersedia atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua
mikroorganisme termasuk virus hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat endospora
dengan sempurna seperti tetanus atau gas ganggren. Pada situasi dimana tetanus
masih sering ditemukan, semua peralatan harus disterilisasi.
Cara melakukan Disinfeksi Tingkat
Tinggi (DTT)
Ada beberapa cara melakukan disinfeksi
tingkat tinggi, diantaranya adalah dengan cara :
1.
Merebus
dalam air mendidih selama 20 menit
Merebus
tidak memerlukan peralatan yang mahal dan selalu tersedia maka cara tersebut
adalah cara yang lebih disukai di klinik kecil atau daerah terpencil.
2.
Rendam
dalam disinfektan kimiawi.
3.
DTT
dengan uap
Prosedur DTT dengan merebus
Persiapan
1.
Dekontaminasi
dan cuci alat atau peralatan lain sebelum di DTT
2.
Panci
bertutup
3.
Kompor
Prosedur
1.
Isi panci atau alat pemanas dengan air
2.
Buka
penutup alat kesehatan dan lepaskan komponennya
3.
Masukkan
alat kesehatan dan peralatan lain hingga terendam seluruhnya (supaya air dapat
mengenai semua permukaan alat) dalam air. Taruh mangkok dan wadah menghadap ke
atas (bukan terlungkup) dan terisi air.
4.
Tutup
panci, panaskan perlahan-lahan sampai mendidih
5.
Ketika
air mulai mendidih, mulai catat waktu, tunggu selama 20 menit. Pada saat itu.
Dilarang mengambil atau menambahkan alat kesehatan lainnya atau air ke
dalamnya.
6.
Kecilkan
api dan pertahankan air mendidih secara halus selama 20 menit, kemudian
keluarkan alat kesehatan dengan penjepit yang kering dan sudah di DTT
7.
Taruh
peralatan pada nampan atau wadah yang sudah di DTT. Biarkan kering diudara
sebelum dilakukan penyimpanan. Jangan biarkan alat kesehatan tertinggi pada air
yang berhenti mendidih, karena dapat menyebabkan terkontaminasi kembali
8.
Gunakan
peralatan segera atau disimpan dalam wadah yang telah di DTT dalam keadaan
kering dan tertutup paling lama 1 minggu.
Prosedur DTT dengan bahan kimia
Persiapan
Dekontaminasi dan cuci alat kesehatan
yang akan di DTT dan keringkan dari alat kesehatan, karena alat yang basah
dapat mengencerkan larutan disinfektan dan dapat mengurangi efektifitasnya.
Prosedur
Jika menggunakan larutan
glutaraldehyde.
1.
Siapkan
glutaraldehyde sesuai dengan instruksi dari pabrik atau gunakan larutan yang
sudah disiapkan sebelumnya, sepanjang masih tampak jernih (tidak keruh) dan
belum melewati batas waktu efektif.
2.
Tempatkan
larutan dalam wadah bersih yang ada tutupnya. Tuliskan tanggal penyiapan
larutan dan tanggal kedaluwarsanya.
Jika menggunakan larutan khlorin
1.
Larutan
baru harus disiapkan setiap hari (bahkan lebih cepat, jika larutan menjadi
keruh). Siapkan larutan dalam wadah yang ada tutupnya.
2.
Pisahkan
peralatan yang terdiri dari beberapa bagian, buka tutup (kalau ada). Rendam
alat kesehatan sedemikian rupa, sehingga seluruhnya berada dibawah permukaan
larutan. Tempatkan mangkuk dan wadah menghadap ke atas, bukan ke bawah dan
diisi larutan
3.
Keluarkan
alat kesehatan dengan penjepit yang telah di DTT dan kering.
4.
Bilas
dengan air yang telah dididihkan, untuk menghilangkan sisa-sisa larutan kimia
pada peralatan bahan residu ini bersifat toksis terhadap kulit dan jaringan
5.
Gunakan
peralatan segera atau disimpan dalam wadah yang telah di DTT dalam keadaan
kering dan tertutup paling lama 1 minggu
Prosedur DTT sarung tangan dengan uap
Persiapan
Dekontaminasi dan cuci sarung tangan
yang akan di DTT
Prosedur
1.
Isi
dandang paling bawah dengan air, tempatkan angsan/kukusan diatasnya
2.
Lipat
sarung tangan berpasangan, bagian pangkal dibalik untuk menyatukan. Isi 5-15
pasang sarung tangan pada satu nampam, jika diatur dalam 2 lapisan atau lebih,
tumpuk secara silang untuk memungkinkan aliran uap mengenai semua permukaan.
3.
Letakkan
nampan berisi sarung tangan diatas angsan
4.
Tutup
dandang dan panaskan sampai mendidih. Air mendidih ditandai dengan keluarnya
uap dari tutup, kecilkan api, jaga agar uap masih tetap keluar (tanda masih
mendidih)
5.
Pertahankan
sampai 20 menit, gunakan timer untuk mencatat
6.
Lepaskan
nampam yang berisi sarung tangan, goyangkan untuk membuang kelebihan air.
Jangan meletakkan nampanlangsung (selalu diatas nampan air) karena ada lobang
yang memungkinkan kontaminasi.
7.
Gunakan
segera atau biarkan kering diudara selama 4-6 jam
Sterilsasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk
menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk eondosprora
bakteri. Sterilisasi biasanya dilaksanakan di rumah sakit baik secara fisik
maupun secara kimiawi. Cara dan zat yang sring digunakan untuk sterilisasi di
rumah sakit adalah uap panas bertekanan, pemanasan kering, gas etilin oksida,
zat kimia cair. Istilah steril mengandung arti mutlak berarti semua bentuk dan
jenis mikroorganisme betul-betul musnah. Ada zat kimia yang dapat membunuh
semua jenis dan bentuk mikroorganisme. Bila masa kontak dengan bahan kimia
tersebut lebih singkat maka hanya sebagian mikroorganisme saja yang mati dan
proses tersebut disebut disnfeksi. Jadi tidak ada istilah semi steril
Sterilisasi adalah proses pengelolalaan
suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme ternasuk
endospora. Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk
pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan lansung dengan darah atau jaringan
di bawah kulit yang secara normal bersifat steril.
Macam sterilisasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu :
1.
Fisik
seperti pemanasan atau radiasi, filtrasi
2.
Kimiawi
menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (misalnya dalam larutan
glutaraldehid) dan menguapu dengan gas kimia (diantaranya dengan gas etilin
oksida)
Di Puskesmas.....sterilisasi dengan
pemanasan kering (dryheat) menggunakan sinar infra merah.
Prosedur Sterilisasi fisik dengan uap
panas kering
Persiapan
1.
Oven
listrik
2.
Bahan
pembungkus dari alumunium foil atau kain katun
3.
Nampan
tahan panas
4.
Hanya
peralatan yang terbuat dari kaca dan logam yang dapat disterilisasi dengan cara
ini.
Prosedur
1.
Dekontaminasi,
cuci dan keringkan semua alat kesehatan dan peralatan yang akan disterilkan
2.
Bungkus
alat kesehatan atau peralatan lain dengan alumunium foil atau dua lapis
kaikatun atau taruh peralatan yang tidak dibungkus pada nampan, atau taruh
peralatan pada wadah logam.
3.
Karena
sterilisasi panas bekerja dengan meningkatkan suhu seluruh peralatan, maka tidak perlu untuk
4.
Letakkan
alat kesehatan dalam oven dan panaskan sampai temperatur yang diinginkan,
Gunakan suhu dan waktu seperti dalam tabel dibawah ini
Suhu
|
Waktu
|
170 derajat celcius
|
1 jam
|
160 derajat celcius
|
2 jam
|
150 derajat celcius
|
2,5 jam
|
140 derajat celcius
|
3 jam
|
Penyimpanan alat kesehatan
Penyimpanan yang baik sama pentingnya
dengan proses sterilisasi atau disinfeksi itu sendiri. Ada dua macam alat
dilihat dari cara penyimpanannya yakni yang dibungkus dan yang tidak dibungkus.
Alat yang dibungkus
Umur / masa steril adalah selama
peralatan masih terbungku, semua alat steril dianggap tetap steril, tergantung
ada atau tidaknya kontaminasi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
umur steril, antara lain jenis material yang digunakan untuk membungkus, berapa
kali bungkus ditangani, jumlah petugas yang menangani bungkusan, kebersihan,
kelembaban dan sushu tempat penyimpanan, apakah bungkusan dibiarkan terbuka
atau tertutup dan apakah bungksan tahan debu.
Dalam kondisi penyimpanan yang optimal
dan penanganan yang minimal, dapat dinyatakan steril sepanjang bungkus tetap
utuh dan kering.Untuk penyimpanan yang optimal, simpan bungkusan steril dalam
lemari tertutup dibagian yang tidak terlalu sering dijamah, suhu udara sejuk dan
kering atau kelembaban rendah, Jika ragu-ragu akan sterilitas paket, maka alat
itu dianggap tercemar dan harus distrilkan kembali sebelum pemakaian.
Alat yang tidak dibungkus harus
digunakan segera setelah dikeluarkan. Alat yang tersimpan pada wadah steril dan
tertutup apabila yakintetap steril paling lama 1 minggu, tetapi kalua ragu-ragu
harus disterilkan kembali.
Jangan menyimpan alat dalam larutan,
misalnya skalpel dan jarum penjahit luka. Simpanlah alat dalam keadaan kering.
Mikroorganisme dapat tumbu dan berkembang biak pada larutan antiseptik maupun
desinfektan, sehingga dapat mengontaminasi alat dan menyebabkan infeksi.
Pengelolaan benda tajam
Benda tajam sangat berisiko untuk
menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit
melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV hepatitis B dan C di sarana
pelayanan kesehatan, sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah
yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oelh alat tajam lainnya.Untuk
meghindari perlukaan atau kecelakaan kerja semua benda tajam harus digunakan
sekali pakai, dengan demikian jarum suntik bekas tidak boleh digunakan lagi.
Sterilitas jarum suntik dan alat kesehatan lain yang menembus kulit atau mukosa
harus dapat dijamin.
Perlu diperhatikan dengan cermat ketika
menggunakan jarum suntik atau benda tajam lainnya. Setiap petugas kesehatan
bertanggung jawab atas jarum dan alat tajam yang digunakan sendiri, yaitu sejak
pembukaan paking, penggunaan, dekontaminasi hingga ke penampungan sementara
yang berupa wadah tahan tusukan. Sehingga perlu disediakan wadah limbah tajam
di setiap ruangan tindakan
Petugas juga harus menggunakan sarung
tangan etbal, misalnya saat mencuci alat dan alat tajam.
Resiko kecelakaan sering terjadi pada
saat memindahkan alat tajam dari satu orang ke orang lain, oleh karena itu
tidak dianjurkan menyerahkan alat tajam secara langsung, melainkan menggunakan
teknik tanpa sentuh yaitu menggunakan nampam atau alat perantara dan membiarkan
petugas mengambil sendiri dari tempatnya.
Kecelakaan yang sering terjadi pada
prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum
suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan
untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan lansung saja di buang ke
tempat penampungan sementaranya, tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian
tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika terpaksa
ditutup kembali, gunakan cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk mencegah
jari tertusuk jarum .
Sebelum dibawa ke pembuangan akhir,
maka diperlukan suatu wadah penampungan sementara yang bersifat kedap air dan
tidak mudah bocor serta tahan tusukan. Wadah tersebut harus dapat digunakan
dengan satu tangan, agar pada waktu memasukkan jarum tidak usah memegangnya
dengan tangan yang lain. Wadah ditutup dan diganti setelah terisi ¾ bagian,
setelah ditutup tidak dapat dibuka kembali sehingga isi tidak tumpah.
Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai
benda tajam. Sangat potensial menyebabkan perlukaan yang memudahkan kuman masuk
ke dalam aliran darah. Dalam penanganannya harus hati-hati menggunakan sarung
tangan tebal pada saat membersihkan nya, ditambah dengan menggunakan kertas
koran dan kertas tebal untuk mengumpulkan dan meraup pecahan gelas tersebut.
Untuk membawa pecahan gelas dianjurkan dengan cara membungkusnya dalam gulungan
kertas yang digunakan untuk meraup sebelumnya dan memasukkannya ke dalam kardus
dan diberilabel hati-hati pecahan kaca.
D.PENGELOLAAN LIMBAH
Limbah yang berasal adri sarana kesehatan
secara umum dibedakan atas :
1.
Limbah
rumah tangga atau limbah non medis, yaitu limbah yang tidak kontak dengan darah
atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai risiko rendah
2.
Limbah
medis yaitu bagian sampah rumah sakit atau sarana kesehatan yang berasal dari
bahan yang mengalami kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien dan
dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi dan bersifat menularkan penyakit.
Limbah medis dapat berupa :
a.
Limbah
klinis
b.
Limbah
laboratorium
3.
Limbah
berbahaya adalah limbah kimia yang mempunyai sifat beracun. Limbah jenis ini
meliputi disinfektan, produk pembersih, obat-obatan sitoksik dan senyawa radio
aktif.
Upaya penanganan limbah di pelayanan
kesehatan meliputi penanganan limbah cair dan limbah padat (sampah). Adapun teknik
penanganan sampah meliputi pemisahan, penanganan, penampungan sementara dan
pembuangan.
1.
Limbah
umum atau sampah rumah tangga.
Semua
limbah yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya dikenal sebagai sampah non
medik, yakni sampah-sampah yang dihasilkan dari kegiatan di ruang tunggu pasien
atau pengunjung, ruang administrasi dan kebun. Sampah jenis ini meliputi sisa
makanan, sisa pembungkus makanan, plastik dan sisa pembungkus obat. Sampah
jenis ini dapat langsung dibuang melalui pelayanan pengelolaan sampah kota.
2.
Limbah
klinis
Limbah
klinis merupakan tanggung jawab rumah sakit/sarana kesehatan lain dan
memerlukan perlakuan khusus. Karena berpotensi menularkan penyakit, maka
dikategorikan sebagai limbah berisiko tinggi.
Limbah
klinis antara lain :
a.
Darah
atau cairan tubuh klainnya, material yang mengandung darah kering seperti
perban, kassa dan benda-benda dari kamar bedah
b.
Sampah
organik misalnya jaringan, potongan tubuh dan plasenta
c.
Benda-benda
tajam bekas pakai, misalnya jarum suntik, jarum jahit, pisau bedah, tabung
darah, pipet atau jenis gelas lainnya yang bersifat infeksius.
Cara penanganan limbah klinis
a.
Sebelum
dibawa ke tempat pembuangan akhir/pembakaran semua jenis limbah klinis
ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna kuning.
b.
Ikat
secara rapat kantong yang sudah berisi 2/3 penuh.
3.
Limbah
laboratorium
Setiap
jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan sebagai limbah
berisiko tinggi.
Cara
penanganan limbah laboratorium
a.
Sebelum
keluar dari ruang laboratorium dilakukan sterilisasi dengan otoklaf selanjutnya
ditangani secara prosedur pembuangan limbah klinis
b.
Cara
penanganan terbaik untuk limbah medis adalah dengan incenerasi
c.
Cara
lain adalah dengan menguburnya dengan metode kapurisasi.
Pemilahan
Pemilahan dilakukan dengan menyediakan
wadah yang sesuai dengan jenis sampah medis. Wadah-wadah sampah tersebut
biasanya menggunakan kantong plastik berwarna, msalnya kuning untuk bahan
infeksius, hitam untuk bahan non medis, merah untuk bahan beracun dst, drum
yang dicat atau wadah diberi label yang mudah dibaca, sehingga memudahkan untuk
membedakan wadah sampah non medis dan sampah medis.
Penanganan
Penanganan sampah dari masing-masing
sumber dilakukan dengan cara sebagai berikut /;
1.
Wadah
tidak boelh penuh atau luber. Bila wadah sudah terisi ¾ bagian maka segera
dibawa ke tempat pembuangan akhir.
2.
Wadah
berupa kantong plastik dapat diikat rapat pada saat akan diangkut, dan dibuang
berikut wadahnya.
3.
Penanganan
sampah dari ruang perawatan atau pengobatan harus tetap pada wadahnya dan
jangan dituangkan pada gerobak(kereta sampah) yang terbuka. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya kontaminasi di sekitarnya dan mengurangi risijo
kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung.
4.
Petugas
yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan dan sepatu, serta harus
mencuci tangan dengan sabun setiap selesai mengambil sampah.
Penampungan sementara
Pewadahan sementara sangat diperlukan
sebelum sampah dibuang. Syarat yang harus dipenuhi wadah sementara ialah :
1.
Ditempatkan
pada daerah yang tidak mudah dijangkau petugas,pasien dan pengunjung
2.
Harus
bertutup dan kedap air serta tidak mudah bocor agar terhindar dari jangkauan
serangga, tikus dan binatang lainnya
3.
Hanya
bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari satu hari
Wadah limbah padat
1.
Selalu
gunakan sarung tangan dan sepatu pada saat menangani dan membawa limbah medis.
2.
Gunakan
wadah yang mudah dicuci, tidak mudah bocor, wadah dapat dari jenis plastik atau
yang paling baik logam galvanis sebab tidak mudah bocor dan korosif
3.
Dielngkapi
dengan tutup, lebih baik jika tersedia wadah yang dilengkapi dengan pedal
pembuka.
4.
Tempatkan
wadah limbah padat di tempat yang sesuai
5.
Kosongkan
wadah setiap hari atau ¾ bagiannya sudah penuh dan jangan memungut limbah medis
tanpa menggunakan sarung tangan.
6.
Cucilah
wadah limbah medis dengan larutan desinfektan dan bilas dengan air setiap hari
atau lebih sering bila kelihatan kotoran/kontaminan setelah dipakai.
7.
Cucilah
sarung tangan dan tangan setelah melakukan penagnanan limbah medis.
Wadah penampungan limbah benda tajam
1.
Tahan
bocor dan tahan tusukan
2.
Harus
mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan
3.
Mempunyai
penutup yang tidak dapat dibuka lagi
4.
Bentuknya
dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan
5.
Ditutup
dan diganti setelah ¾ bagian terisidengan limbah
6.
Ditangani
bersama limbah medis.
Pembuangan/ Pemusnahan
Seluruh sampah yang dihasilakn pada
akhirnya harus dilakukan pembuangan atau pemusnahan. Sistem pemusnahan yang
dianjurkan adalah dengan pembakaran (isinerasi).Pembakaran dengan suhu tinggi
akan membunuh mikroorganisme dan mengurangi volume sampah sampai 90 %
Untuk pemusnahan sampah UPT Puskesmas ........bekerjasama (mengadakan MOU) dengan
pihak ke 3, karena UPT Puskesmas ........belum bisa melakukan pemusnahan sampah
medis yang sesuai aturan.
Pembuangan limbah cair
Pengelolaan limbah cair harus tetap
memperhatikan kaidah-kaidah dalam pengelolaan limbah cair antara lain :
1.
Sitem
penyaluran harus tertutup
2.
Kemiringan
saluran 2-4 derajat untuk menjaga endapan dalam saluran
3.
Belokan
saluran harus lebih besar dari 90 derajat
4.
Bangunan
penampung harus kedap air, kuat, dilengkapi dengan mainhole dan lubang hawa
5.
Penempatan
lokasi harus mempertimbangkan keadaan muka air tanah dan jarak dari sumber air.
Untuk pembuangan limbah cair di UPT
Puskesmas ........sudah menggunakan IPAL sistem central (semua limbah cair
yang berasal dari bernagai ruang) disalurkan ke mesin pengolah limbah, setelah
keluar dari mesin, keluar ke bak kolam ikan, kalau ikan tidak mati berarti
limbah aman untuk dibuang ke selokan umum.
E.KECELAKAAN KERJA
Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa
perlukaan seperti tertusuk jarum suntik bekas pasien atau terpercik bahan
infeksius maka perlu pengelolaan yang cermat dan tepat serta efektif untuk
mencegah semaksimal mungkin terjadinya infeksi nosokomial yang tidak
diinginkan. Yang terpenting di sini adalah segera mencucinya dengan sabun
antiseptik, dan usahakan untuk meminimalkan kuman yang msuk ke dalam aliran
darah dengan menekan luka hingga darah keluar. Bila darah mengenai mulut,
ludahkan dan kumur-kumur dengan air beberapar kali, bila mengenai mata cucilah
mata dengan air mengalir atau garam fisiologis atau bila percikan mengenai
hidung hembuskan keluar hidung dan bersihkan dengan air.
BAB
IV
DOKUMENTASI
Setiap petugas harus bisa melakukan
cuci tangan 6 langkah, setiap melakukan tindakan petugas harus memakai APD,
alat untuk tindakan harus disteril, limbah harus dibuang sesuai jenis
limbahnya. Semua itu tercatat pada pada laporan.
Jika terjadi kejadian yang berhubungan dengan kewaspadaan
universal harus terlaporkan.